Banyuwangi, seblang.com – Aktivis M Yunus Wahyudi berjuluk Harimau Blambangan mengecam keras perbedaan antara vonis hakim dan eksekusi jaksa dalam kasus penganiayaan yang melibatkan geng motor Salvador di Muncar Banyuwangi.
Yunus mendatangi Kejaksaan Negeri Banyuwangi, Jumat (14/3/2025) untuk mempertanyakan mengapa terdakwa berinisial RH dieksekusi dengan masa hukuman 1 tahun 8 bulan, padahal putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi pada 25 Februari 2025 menetapkan hukuman hanya 1 tahun.
“Saya datang ke kejaksaan ini menanyakan terkait surat eksekusi RH yang berbeda dengan putusan hakim. Dalam putusan, RH ini diputus satu tahun, tetapi eksekusinya satu tahun delapan bulan,” ungkap M Yunus dengan nada geram di Kantor Kejaksaan Negeri Banyuwangi.
Aktivis yang mengaku telah tiga kali dipenjara sebagai pembela rakyat ini menegaskan bahwa kesalahan ini bukan sekadar masalah administratif. “Ini bentuk daripada kriminalisasi atau mungkin kesalahan yang dilakukan oleh kejaksaan. Kesalahan ini sangat merugikan pihak terdakwa dan masyarakat,” tegasnya.
Yunus menjelaskan dampak serius dari inkonsistensi tersebut terhadap proses pembebasan terdakwa. “Harusnya dia menjalani satu tahun bisa dapat CP (Cuti Bersyarat). Kalau 1,8 tahun dia akan menjalankan PB (Pembebasan Bersyarat), yang artinya bisa menjalani sampai empat belas bulan atau satu tahun penuh. Vonis daripada satu tahun ditulis eksekusi menjadi 1,8 tahun,” ungkapnya.
Meski tidak diminta secara langsung oleh keluarga terdakwa, Yunus menegaskan perannya sebagai aktivis. “Walaupun saya tidak diminta tolong oleh bersangkutan orang tuanya, karena kami sebagai aktivis kontrol yang ada di Banyuwangi ini tetap membela rakyat. Tetap ini adalah wilayah hak-hak kami untuk membela siapapun yang terdiskriminasi,” ujarnya dengan tegas.
Yunus pun menyerukan dengan tegas kepada para penegak hukum. “Saya meminta kepada kajari Banyuwangi atau jaksa seluruh Indonesia dan hakim seluruh Indonesia, jangan sampai salah antara vonis dan eksekusi. Penjara ini (penghuninya) sangat banyak. Bagi saya penjara adalah surga, tetapi bagi yang lainnya mungkin sebaliknya, mereka akan berpikir panjang, apalagi orang tuanya kehilangan anak yang harusnya menjalani setahun.”
“Harapan saya ini menjadi kontrol monitoring untuk berbenah diri kepada kita semuanya, untuk lebih berhati-hati dalam memenjarakan orang. Semoga hukum benar-benar bisa ditegakkan di negeri ini,” pungkasnya.
Sementara itu Kuasa Hukum RH, Hery Sampurno, S.H., juga memprotes keras kejadian ini setelah kliennya dieksekusi dengan masa hukuman 1 tahun 8 bulan, padahal putusan Pengadilan Negeri Banyuwangi hanya 1 tahun.
Menurutnya, selisih 8 bulan tambahan ini dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia (HAM) yang mencederai keadilan. “Ini bukan sekadar kesalahan administrasi, ini pelanggaran serius! Hakim sudah memutuskan 1 tahun, tapi kejaksaan mengeksekusi 1 tahun 8 bulan. Ini jelas melawan hukum!” tegas Hery dengan nada geram.
Perbedaan mencolok antara putusan pengadilan dan berita acara eksekusi ini menimbulkan tanda tanya besar. Mengapa eksekusi berjalan di luar putusan hakim? Apakah ini murni kelalaian atau ada kepentingan tertentu di baliknya?
“Hukum harus ditegakkan dengan benar, bukan malah diubah seenaknya di tahap eksekusi,” tambahnya.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum Kejari Banyuwangi ARI DEWANTO, S.H., mengaku adanya kesalahan penulisan masa tahanan dalam berita acara eksekusi. “Hal itu murni kesalahan administrasi. Tidak mungkin kami berani mengubah masa tahanan yang tidak sesuai dengan putusan pengadilan,” ujarnya.
Perlu diketahui, dalam putusan kasus penganiayaan Geng Motor Salvador tersebut ada 3 pelaku yang didakwa bersalah. ZA divonis 1 tahun 8 bulan, sedangkan RF dan SH divonis masing-masing 1 tahun. “Berita acaranya sudah kami revisi, ” pungkasnya.