Banyuwangi, seblang.com – Kasi Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Banyuwangi Rizky Septa Kurniadhi menanggapi putusan Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi yang membatalkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kasus dugaan korupsi makanan dan minuman (mamin) fiktif di Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Banyuwangi.
Putusan ini pun mengharuskan Kejari Banyuwangi melanjutkan penyidikan terhadap tersangka Nafiul Huda, mantan Kepala BKPP Banyuwangi yang kini menjabat sebagai Staf Ahli bidang Kemasyarakatan dan Sumber Daya Manusia (SDM) Pemkab Banyuwangi.
“Kasus tersebut sudah di SP3, kemudian SP3-nya dibuka dan dinyatakan bahwa kasus tersebut dilanjutkan lagi (berdasarkan putusan praperadilan PN Banyuwangi),” kata Rizky saat menerima para demonstran Galaksi (Generasi Berakhlak dan Berprestasi) yang mendesak Kejari Banyuwangi untuk mengusut tuntas kasus Mamin Fiktif tersebut, Kamis (30/1/2025).
“Atas putusan itu, kami sudah sampaikan ke pimpinan dan berkonsolidasi untuk menentukan sikap dan langkah selanjutnya,” ujarnya.
Dalam kesempatan tersebut, Galaksi juga mempertanyakan alasan Kejari Banyuwangi menerbitkan SP3 kasus mamin fiktif yang berujung dibatalkan PN Banyuwangi, hingga adanya dugaan intervensi politik.
Rizky pun menjelaskan bahwa keputusan penerbitan SP3 sebelumnya murni berdasarkan kewenangan penyidik kejaksaan tanpa ada intervensi pihak manapun. “Penyidik memiliki kewenangan dominus litis, yaitu hak untuk menyimpulkan apakah suatu perkara layak dibawa ke pengadilan atau tidak. Jadi tidak ada intervensi dari pihak manapun,” ujarnya.
Menurutnya, dasar SP3 diterbitkan karena tersangka Nafiul Huda telah mengembalikan kerugian negara, sehingga penyidik memiliki dasar hukum untuk menghentikan perkara.
“Kasus ini adalah extraordinary crime, tindak pidana korupsi yang ada unsur kerugian negara. Karena unsur kerugian negaranya sudah dikembalikan, berarti unsur pasal korupsinya yang di pasal 3 UU Tipikor tidak terpenuhi lagi. Nah akhirnya itu mengambil kesimpulan bahwa kasus ini bisa di SP3. Dan itu adalah kewenangan murni dari penyidik,” jelasnya.
Meskipun demikian, dengan adanya putusan praperadilan terkait pembatalan SP3 kasus Mamin Fiktif tersebut, Kejari Banyuwangi akan menindaklanjutinya dengan melakukan kordinasi dan konsolidasi internal. “Kami akan serius menangani kasus ini,” tutupnya.
Sementara itu, Kordinator aksi Galaksi, Agus Salim, menyerukan akan mengawal kasus tersebut. “Kami meminta kejaksaan adil dan tidak tebang pilih dalam pemberantasan korupsi. Kasus ini sudah berlarut-larut hampir tiga tahun, dan harus segera diselesaikan agar tidak ada kasus serupa di masa depan,” ujarnya.
Sebelumnya, Pengadilan Negeri Banyuwangi mengabulkan permohonan praperadilan yang diajukan Forum Suara Blambangan (Forsuba) dalam kasus dugaan korupsi makanan minuman (mamin) fiktif di Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Kabupaten Banyuwangi.
Hakim Tunggal Nurindah Pramulia dalam putusannya membatalkan Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) Nomor PRINT-08/M.5.21/Fd.2/05/2024 yang dikeluarkan Kejaksaan Negeri Banyuwangi pada 3 Mei 2024 terhadap tersangka Nafiul Huda.
“Menyatakan SP3 tidak sah dan tidak memiliki kekuatan hukum mengikat. Memerintahkan Kejaksaan Negeri Banyuwangi melanjutkan penyidikan terhadap tersangka Nafiul Huda hingga ada kepastian hukum berdasar putusan pengadilan,” ujar Hakim Nurindah dalam sidang putusan, Senin (20/1/2024).
Kasus ini bermula saat Nafiul Huda ditetapkan sebagai tersangka pada 28 Oktober 2022 atas dugaan korupsi mamin fiktif di BKPP pada tahun 2021 atau masa pandemi Covid-19 yang merugikan negara Rp433.794.200. Setelah tersangka mengembalikan kerugian negara, Kejaksaan menerbitkan SP3 pada Mei 2024.
Dalam pertimbangannya, majelis hakim menilai penerbitan SP3 dengan alasan tersangka telah mengembalikan kerugian negara bertentangan dengan Pasal 4 UU Tipikor. “Pengembalian kerugian keuangan negara tidak menghapuskan pidana, hanya dapat menjadi faktor peringan hukuman,” tegas hakim.
Ketua Forsuba Drs. H. Abdillah yang mengajukan praperadilan menyambut baik putusan tersebut. “Ini sejalan dengan program 100 hari Presiden Prabowo dalam pemberantasan korupsi,” ujarnya.