Kota Blitar, seblang.com – Panitia Pengawas Kecamatan (Panwascam) Sananwetan, Kota Blitar, mengeluarkan rekomendasi Pemungutan Suara Ulang (PSU) untuk beberapa Tempat Pemungutan Suara (TPS) pada Pilkada Walikota Blitar.
Ketua Panwascam Sananwetan, Suparyana, menjelaskan bahwa rekomendasi ini dikeluarkan sebagai peringatan kepada Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) agar lebih cermat dalam penyelenggaraan pemilu ke depan.
“Rekomendasi PSU yang kami keluarkan pada 29 November kemarin sebenarnya lebih pada warning bagi penyelenggara untuk meningkatkan kehati-hatian. Namun, unsur-unsur yang menjadi dasar rekomendasi tersebut ternyata tidak memenuhi syarat sesuai aturan KPU,” kata Suparyana, Sabtu (30/11/2024) malam, di Kantor Kecamatan Sananwetan.
Suparyana menambahkan, rekomendasi tersebut didasarkan pada hasil pengawasan di lapangan. Salah satu temuan adalah masih adanya warga yang melakukan pindah memilih (KSK) hingga pukul 13.00 WIB, meskipun TPS seharusnya tutup pada waktu tersebut. Menurutnya, sesuai dengan PKPU Nomer 17 tahun 2024, yang boleh hanya terdaftar di TPS. Dan masih bisa dilakukan pencoblosan.
“Dalam PKPU, yang diizinkan mencoblos setelah pukul 13.00 WIB hanyalah pemilih yang telah terdaftar di TPS,” tambahnya.
Ketua PPK Sananwetan, Muhammad Haris, menyatakan bahwa kajian terkait pelaksanaan PSU bukan menjadi kewenangan PPK, melainkan Komisi Pemilihan Umum (KPU).
“Terkait kajian PSU, itu sepenuhnya menjadi ranah KPU. PPK tidak memiliki wewenang untuk memutuskan atau memberikan kajian tentang PSU,” tegas Haris.
Ia juga mengungkapkan bahwa pihak Panwascam tidak melakukan koordinasi terlebih dahulu sebelum menerbitkan rekomendasi PSU. “Kami baru menerima rekomendasi tersebut pagi tadi (30/11), dan sebelumnya tidak ada koordinasi,” ujarnya.
Haris menambahkan, rekomendasi tersebut dianggap tidak memenuhi unsur yang dipersyaratkan dalam Pasal 50 PKPU Nomor 17 Tahun 2024. “Rekomendasi ini tidak cukup kuat untuk menjadi dasar pelaksanaan PSU,” tutupnya.
Sementara itu, Muhson, salah satu saksi pasangan calon nomor urut 2, turut mempertanyakan rekomendasi PSU yang dikeluarkan oleh Panwascam. Menurutnya, rekomendasi tersebut cacat administrasi dan tidak didukung bukti kuat.
“Saya bingung dengan Panwascam. Rekomendasi pertama yang mereka keluarkan tidak memiliki nomor surat, dan rekomendasi kedua, yang diterbitkan di hari yang sama, tidak disertai stempel,” ungkap Muhson.
Muhson menambahkan, rekomendasi tersebut muncul akibat adanya catatan dari saksi terkait keterlambatan pencatatan oleh saksi paslon nomor 2. Namun, ia menegaskan bahwa semua saksi dari enam kelurahan telah menandatangani hasil rekapitulasi tanpa keberatan.
“Catatan itu tidak cukup menjadi dasar pelaksanaan PSU. Semua saksi sudah tanda tangan terkait hasil rekapitulasi, jadi saya rasa rekomendasi ini hanya menciptakan keraguan di publik,” pungkasnya.