Belasan Tahun Julanan Tahu Eceran Kini jadi Juragan

by -588 Views
iklan aston

Madiun, seblang.com

Tiga belas tahun sudah dijalani sebagai pedagang tahu, makanan jenis lauk, yang populer di lidah masyarakat Indonesia. Hingga akhirnya tercapai obsesinya, menjadi bos home industry pengolahan tahu di wilayah Madiun, Jawa Timur.

Dialah Rudi Santoso, 38 tahun, warga Desa Sidorejo, Kecamatan Wungu, Kabupaten Madiun yang semenjak Tahun 2010 mendirikan usaha home industry , UD. Tahu Sari Taqwa.

Berkah yang dia terima tersebut tidak lantas membuat alumni SMP Negeri 4 Madiun Tahun 1997 itu berpangku tangan, puas, melainkan justru menggiringnya lebih gigih menekuni bidang usaha barunya itu.

Awalnya, setamat SMP, ayah dua anak, Shinta dan Arjuna, buah cintanya dengan Sri Martini, itu langsung berinisiatif berjualan tahu eceran.

“Saya berjualan di pasar Legi Ponorogo. Setiap hari berangkat selepas sholat Subuh, hingga sore hari baru pulang,” ujar Rudi mengawali kisahnya.

Belasan tahun sebagai pedagang tahu eceran di pasar, tidak membuat perekonomiannya meningkat. Saban fajar belum menyingsing, dia membeli tahu di home industry wilayah Madiun, kemudian langsung meluncur ke pasar legi Ponorogo, untuk beradu rejeki dengan para penjaja lain di tempat itu.

Bagi Rudi, rutinitas itu terasa melelahkan. Lantaran hasilnya selalu stagnan, taraf hidup tidak ada peningkatan. “Hingga akhirnya sekitar Tahun 2010 Saya memberanikan diri untuk membuka sendiri usaha pengolahan tahu untuk saya pasarkan,” lanjutnya.

Dari awalnya dia hanya mampu membeli 100 kilogram kedelai, sebagai bahan baku pembuatan tahu, hingga saat ini dalam sehari perusahaannya sanggup menghabiskan 5 kwintal kedelai per hari.

“Selama 10 tahun, Pencapaian tertinggi 8 kwintal per hari. Untuk saat ini, karena harga kedelai setelah  meninggi, ditambah situasi pandemi, pasar sepi, produksi saya menurun,” ujarnya.

Terkait pemasaran hasil produksinya, Rudi mengaku tidak menjadikan masalah. Pasalnya, setiap hari sudah banyak pedagang di areal Madiun dan Ponorogo yang mengambil. Meski demikian, dia mengaku belum berani melakukan ekspansi pemasaran ke kota lain seperti Magetan, Ngawi dan Pacitan.

Lantaran, katanya, situasi menyangkut fluktuasi harga bahan baku maupun yang terkait Covid-19, untuk ke arah sana belum memungkinkan. “Jika tidak hati hati bisa bangkrut, Mas,” jelasnya.

Terlepas dari pasang surutnya berwira usaha, Rudi mengaku bersyukur atas jalan usaha yang dia tempuh saat ini. Disaat perekonomian payah ini, Rudi masih mampu berdayakan 15 karyawan dengan  upah sebesar Rp. 1.8 juta per bulan.

Selain berdayakan karyawan, UD ‘Tahu Sari Taqwa’ juga prioritaskan faktor keamanan dan dampak lingkungan. Ketel yang digunakan Rudi memiliki ketebalan 16 mm, kuatnya material bahan dianggapnya mampu meminimalisir kemungkinan terburuk, yakni meledak.

Mengenai limbah yang dihasilkan, Rudi telah mendesign IPAL dengan baik dan melakukan pengecekan berkala. Hasil laboratorium juga  menunjukkan limbah yang dihasilkan tidak berpotensi pencemaran.

“Limbah kami aman mas, sudah lolos uji lab, sungai di belakang pengolahan tiap hari juga ada pemancing, ikannya besar-besar,” imbuhnya.

Terakhir, dalam kondisi serba belum pasti seperti ini, Rudi mengaku belum berani mengembangkan usahanya lebih jauh dan besar. “Insya Allah, jika semuanya sudah kembali normal, usaha akan kami kembangkan,” tutupnya.

 

Wartawan : Anwar Wahyudi

iklan warung gazebo

No More Posts Available.

No more pages to load.