Situbondo, seblang.com – Kabar terbaru datang dari Kabupaten Situbondo terkait nasib tenaga honorer di wilayah tersebut. Kapten Tim Transisi Situbondo, Marlutfi Yoandinas, mengungkapkan bahwa pihaknya telah menerima surat dari aliansi Honorer R2 dan R3 Kabupaten Situbondo, yang juga diikuti oleh beberapa tenaga kerja lainnya.
Bersama dengan Mas Rio dan tim transisi, mereka telah melakukan pertemuan virtual (zoom meeting) untuk membahas permasalahan yang dihadapi oleh para tenaga honorer.
Dalam pertemuan tersebut, terungkap bahwa banyak tenaga honorer yang telah mengabdi selama puluhan tahun, bahkan ada yang mencapai 20 tahun, namun status mereka masih belum jelas.
Beberapa dari mereka bahkan belum masuk ke dalam database BKN (Badan Kepegawaian Negara), sementara yang lain sudah masuk namun masih dalam tahap kedua dan belum ada kepastian apakah mereka dapat diangkat menjadi Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja (PPPK) atau tidak.
Marlutfi menjelaskan bahwa para tenaga honorer ini mengeluhkan ketidakpastian status mereka kepada Mas Rio Bupati terpilih. Dari hasil pertemuan tersebut, disimpulkan bahwa perlu dilakukan pendataan yang lebih komprehensif terkait permasalahan yang dihadapi oleh tenaga honorer.
Data ini tidak hanya mencakup data umum yang biasanya dimiliki oleh BKN dan BKPSDM (Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia), tetapi juga data yang lebih spesifik seperti SK pengangkatan, lama masa kerja, dan status pekerjaan.
“Data yang ada sekarang tidak memberikan informasi yang cukup. Contohnya, ada SK camat, SK Kepala Sekolah, SK Kepala Dinas, dan SK Bupati. Terlalu banyak SK dengan tingkatan honor yang berbeda-beda, sehingga menimbulkan kebingungan di kalangan tenaga honorer,” ujar Marlutfi, Sabtu, (15/2/2025).
Selain itu, Marlutfi juga menyoroti belum adanya status yang jelas untuk tenaga honorer, seperti status pendidikan, tenaga teknis di OPD (Organisasi Perangkat Daerah), operator, security, kebersihan, dan sopir. Padahal, permasalahan yang dihadapi oleh masing-masing honorer juga berbeda-beda.
Oleh karena itu, aliansi tenaga honorer perlu melakukan pendataan yang lebih rinci agar dapat dianalisis dan dicari solusi yang tepat. Marlutfi juga menegaskan komitmen Mas Rio untuk tidak gegabah merumahkan terhadap tenaga honorer. Namun, sebelum mengambil keputusan lebih lanjut, dibutuhkan data yang akurat dan valid sangat diperlukan.
“Komitmen Mas Rio adalah tidak akan merumahkan tenaga honorer. Tapi, database harus diperjelas dan diperkuat terlebih dahulu. Ini terkait dengan kemampuan fiskal daerah,” jelas Marlutfi.
Meskipun demikian, Marlutfi mengakui bahwa efisiensi anggaran yang dilakukan oleh pemerintah pusat hingga daerah juga berdampak pada daerah Situbondo. Hal ini sesuai dengan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 1 Tahun 2025.
Namun, Marlutfi menekankan bahwa setiap daerah memiliki karakteristik yang berbeda-beda, sehingga tidak bisa disamakan antara Situbondo dengan kabupaten lainnya. Mas Rio sendiri ingin memperjelas terlebih dahulu permasalahan yang ada di Situbondo. Jika dilihat dari jenis belanjanya, alokasi belanja pegawai yang seharusnya dibatasi hingga 30%, namun di Situbondo sudah mencapai 36%. Hal ini tentu akan menjadi beban tambahan jika status tenaga honorer ditingkatkan menjadi PPPK.
Meskipun demikian, ada solusi yang sedang diupayakan, yaitu dengan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Jika PAD meningkat, maka diharapkan beban anggaran daerah dapat teratasi dan status tenaga honorer dapat ditingkatkan menjadi PPPK. Namun, target PAD Situbondo tahun 2024 sebesar 305 miliar belum tercapai, baru mencapai 260 miliar.
“Jika PAD kita meningkat, kita bisa merekrut PPPK sebanyak yang kita mau. Beban belanja pegawai bisa ditutupi dengan pendapatan asli daerah,” pungkas Marlutfi.