Banyuwangi, Seblang.com – Sengketa tanah antara Ahli Waris Buang Manan melawan Pemerintah Kabupaten Banyuwangi memanas usai keduanya saling klaim memiliki hak milik di lahan bekas kantor Dinas Pertanian Rakyat dan SDN 1 Klatak Kalipuro.
Masing-masing pihak memasang banner penguasaan. Ahli Waris Buang berdasarkan putusan PTUN Nomor : 38/G/2009/SBY tanggal 5 Juni 2009; 133/B/2009/PT. TUN SBY tanggal 7 Desember 2009; 203/K/TUN/2010 tanggal 26 Agustus 2010; 68/PK/TUN/2013 tanggal 25 Juni 2013.
Sedangkan pihak Pemkab Banyuwangi berdasarkan putusan Mahkamah Agung Nomor: 198/Pdt.G/2022/Pn.Byw Jo 270/PDT/2023/PT SBY Jo 768/K/Pdt/2024.
Kuasa hukum ahli waris Buang Manan, Saleh, S.H., mengatakan bahwasanya klaim penguasaan pihak Pemkab Banyuwangi berdasarkan putusan MA tersebut adalah ngawur. Menurutnya, dalam putusan MA itu tidak disebutkan pihak manapun untuk menguasai.
“Beda halnya dengan putusan dalam PTUN yang telah inkrah dan secara gamblang memenangkan pihak klien kami Ahli Waris Buang Manan untuk pembatalan hak pakai Pemkab Banyuwangi atas lahan sengketa tersebut,” tegasnya.
Namun sayangnya, lanjut Saleh, ada dugaan kongkalikong antara instansi yang mengatur pertanahan dengan Pemkab Banyuwangi, sehingga membuat ahli waris kesulitan mengurus sertifikat hak milik atas tanah sengketa itu.
“Hal tersebut terlihat dalam Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur Nomor 06/Pbt/BPN.35/2015 tertanggal 3 Maret 2015,” ungkapnya.
Menurut Saleh, surat keputusan yang seharusnya menjadi pelaksanaan putusan pengadilan, justru berisi klausul-klausul mencurigakan yang membuka celah bagi Pemkab Banyuwangi untuk tetap menguasai tanah yang disengketakan.
“Ini bukan sekadar kekeliruan administratif, tapi pengabaian hukum yang disengaja,” tegas Saleh. “Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 68 PK/TUN/2013 yang sudah inkracht van gewijsde sengaja tidak dimasukkan sebagai dasar penerbitan surat keputusan. Ini jelas upaya sistematis untuk menguntungkan Pemkab Banyuwangi.”
Adapun kronologi kasus ini panjang dan berliku. Sejak 2009, ahli waris Buang Manan telah berjuang di pengadilan untuk membatalkan Sertifikat Hak Pakai No. 29 atas nama Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan Sertifikat Hak Pakai No. 1 atas nama Dinas Pertanian Rakyat Kabupaten Banyuwangi. Perjuangan mereka berbuah manis dengan kemenangan di setiap tingkat peradilan, dari PTUN Surabaya hingga Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.
Namun, alih-alih melaksanakan putusan pengadilan dengan benar, BPN Provinsi Jawa Timur justru menerbitkan surat keputusan kontroversial. Surat keputusan tersebut memuat klausul yang seolah-olah masih membuka peluang bagi Pemkab Banyuwangi untuk mempertahankan kepemilikan tanah sengketa.
“Lihat saja diktum ketiga dan keempat surat keputusan itu. Mereka dengan terang-terangan menyatakan bahwa pembatalan Hak Pakai tidak serta merta memberikan hak keperdataan kepada pemenang perkara. Bahkan, mereka mewajibkan pengujian hak atas tanah melalui peradilan perdata. Ini jelas bertentangan dengan putusan MA yang sudah final dan mengikat,” tegas Saleh.
Di sisi lain, Ir. Wahyudi kuasa hukum yang ditunjuk Pemkab Banyuwangi dalam menangani sengketa tanah ini menjelaskan jika putusan PTUN itu hanyalah membatalkan sertifikat hak pakai.
“Jadi di PTUN itu hanya pembatalan administratif saja, sedangkan untuk hak milik atau keperdataanya harus diuji di pengadilan. Hasilnya, dimenangkan Pemkab Banyuwangi dan saat ini tengah diurus sertifikatnya atas tanah negara tersebut,” kata Ir. Wahyudi mengklaim putusan MA tersebut telah memenangkan atas tanah sengketa itu.