Rio Patennang Ingin Lestarikan Pandusiar Parlo Salah Satu Budaya Lokal yang Unik di Kabupaten Situbondo

by -1229 Views
Writer: Kadari
Editor: Herry W. Sulaksono
Mas Rio Saat Mencoba Menjadi Pandusiar di Acara Pernikahan

Situbondo, seblang.com – Budaya lokal Situbondo yaitu, yang dijuluki Pandu siar menjadi tradisi khas Situbondo yang tidak dimiliki oleh kabupaten-kabupaten lainnya.

Jasa Pandusiar seringkali kali digunakan untuk meramaikan sebuah hajatan pernikahan, dimana Pandusiar bertugas sebagai pembaca undangan pernikahan yang hadir dengan gaya yang cukup unik.

Pandu Siar memiliki suara khas dan gaya yang unik untuk menciptakan suasana hajatan pernikahan lebih meriah lagi, namun pandu siar juga terkadang dipandang sebelah mata karena tradisi ini sudah mulai jarang digunakan khusus di perkotaan Situbondo.

Padahal pandu siar ini salah satu tradisi khas yang sudah melekat sejak turun menurun, dimana jasa jasa pandu siar ini kerap kali digunakan untuk menciptakan suasana lebih ramai dengan suara suara Pandu siar yang terdengar di setiap hajatan pernikahan di pedesaan pedesaan Kabupaten Situbondo.

Tugas fungsi Pandu siar ini cukuplah rumit perlu keahlian selayaknya host di acara acara tertentu, Pandu Siar menggunakan bahasa daerah halus ‘engi bhunthen‘ yaitu, bahasa Madura yang diucapkan melalui Mikrofon (pengeras suara) untuk mengumumkan siapa saja undangan yang hadir sejak mulainya acara pernikahan sampai selesainya acara pernikahan tersebut.

Bukan saja nama nama para undangan yang hadir disebut, tetapi apa yang sudah disumbangkan ke acara pernikahan baik menggunakan uang maupun barang atau tenaga semua diumumkan dengan gaya yang sangat unik.

Mengunakan bahasa Madura yang terus diucapkan oleh pandu siar, satu persatu undangan dibacakan mengunakan pengeras suara dengan ciri khas gaya suara yang cukup unik mengunakan bahasa daerah Situbondo, Contoh salah satu kalimat yang sering kita dengar diucapkan oleh pandu siar menggunakan pengeras suara yaitu.

Deri rabhuna Bapak Anwar, kalonghuen epon Olean, obeng 30 ebu ropia, sombhengan Anyar, Saterosepon epon deri rabhuna Ibu Anwar kalonghuen Olean, tellor 2 Kg, Beres 4 Kg obeng 50 ebu ropiah, Kembalian, (Dari hadirnya Bapak Anwar, Alamat Desa Olean, Uang sebanyak 30 ribu rupiah, sumbang baru, Dan selanjutnya dari hadirnya Ibu Anwar Beralamat Desa Olean, telur 2 kg, beras, 4 Kg, uang sebanyak 50 ribu rupiah berupa kembalian)”.

Hal ini menjadi tradisi di acara pernikahan Situbondo dan menciptakan suasana pernikahan lebih meriah dimana selain pandu siar membaca para undangan yang hadir namun juga kerap kali mengajak para hadirin undangan tertawa lepas dengan kelucuan kelucuan yang sering diucapkan oleh pandu siar.

Tak jarang setiap acara pernikahan di Kabupaten mengunakan jasa Pandu Siar.
Hal ini mendapat tanggapan dari Yusuf Rio Prayogo yang akrab dipanggil Mas Rio ‘ patennang’ untuk bisa menjaga tradisi budaya lokal, karena satu satunya pandusiar ini yang ada hanya di Kabupaten Situbondo.

“Pandusiar adalah kebudayaan lokal Situbondo disetiap ada hajatan pernikahan pasti mengunakan jasa Pandusiar, nah ini cukup unik dan menarik yang terus perlu kita jaga dan kita rawat karena memiliki cara cara tersendiri yang dimana di kota lain belum tentu ada dengan budaya lokal seperti yang ada Situbondo,” ujarnya, Jumat, (28/6/2024).

Mas Rio juga berkomitmen untuk mengadakan lomba Pandusiar setelah jadi Bupati Situbondo.

“Saya ingin lestarikan Pandu siar (Hajatan Mantenan) di Kabupaten Situbondo, dan berkomitmen untuk mengadakan lomba Pandusiar setelah jadi Bupati Situbondo nanti, doakan ia mas,” ucapnya.

iklan warung gazebo