Banyuwangi, seblang.com – Lembaga Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GERAK) Banyuwangi tampil di garda depan membela Masyarakat Desa Hutan Kluncing, yang terpinggirkan di tanahnya sendiri.
Ketua Lembaga GERAK Banyuwangi, Sulaiman Sabang, S.H mendesak Perhutani untuk memberikan akses pemanfaatan lahan secara tumpang sari kepada Masyarakat Desa Hutan Kluncing melalui hearing yang difasilitasi Komisi II DPRD Banyuwangi pada Rabu (18/6/2025). Namun sayang, pihak bersangkutan yakni Perhutani KPH Banyuwangi Barat malah absen.
Dalam forum tersebut, Sulaiman menyuarakan ketidakadilan yang selama ini dirasakan Masyarakat Desa Hutan Kluncing, yang justru tidak diperkenankan menanam di lahan sekitar tempat tinggal mereka sendiri.
“Warga hanya ingin menumpang menanam, bukan memiliki. Tapi yang terjadi justru tanaman mereka dicabut oleh petugas Perhutani. Ini bentuk intimidasi yang sangat kami sesalkan,” tegas Sulaiman mewakili rombongan puluhan Masyarakat Desa Hutan Kluncing yang hadir di ruang rapat khusus gedung DPRD.
Sulaiman menilai Perhutani telah bertindak sepihak tanpa adanya komunikasi terbuka dengan masyarakat. Ia menyebut, selama sebulan terakhir sudah hampir seribu batang tanaman kopi milik warga yang dicabut tanpa alasan jelas.
“Kenapa warga tidak boleh menanam untuk menjaga dan menghijaukan hutan? Bukankah menanam itu bagian dari pelestarian?,” ujarnya.
Menurut Sulaiman, Masyarakat Desa Hutan memiliki hak untuk ikut memanfaatkan lahan sekitar tempat tinggal mereka guna meningkatkan kesejahteraan, seperti yang sudah berjalan di kawasan Perhutani KPH Banyuwangi Selatan.
“Di sana, Masyarakat Desa Hutan Malang Sari, bisa ikut menanam dengan memanfaatkan lahan Perhutani KPH Banyuwangi Selatan. Merekapun kini hidup sejahtera, bahkan ada yang mampu beli mobil pajero,” ujar Sulaiman mencontohkan.
“Akan tetapi, mengapa di Kluncing tidak bisa. Jika bicara aturan, mari kita didiskusikan, karena aturan buatan manusia. Jikapun ada MoU bagi hasil, ayo kita bicarakan. Mau 20 atau 30 persen untuk Perhutani, silakan. Tapi izinkan dulu masyarakat menanam,” tegasnya.
Sulaiman juga mengkritik keras absennya pihak Perhutani KPH Banyuwangi Barat dalam hearing, meski undangan telah disampaikan resmi oleh DPRD. Ia menyebut ketidakhadiran ini sebagai bentuk pengabaian terhadap aspirasi masyarakat kecil.
Kepala Desa Kluncing, Sumawi, turut menyuarakan keresahan warganya. Ia menyebut hanya 30 persen dari 1.500 KK di desanya yang punya lahan pertanian sendiri.
“Masyarakat kami cuma ingin menumpang menanam. Kami tak meminta hak milik. Tapi mengapa dilarang? Padahal pemerintah pusat terus mendorong pemberdayaan ekonomi masyarakat melalui program ketahanan pangan,” kata Sumawi.
Ia juga menyoroti ketimpangan perlakuan Perhutani dalam mengelola kawasan hutan.
“Saat kami minta izin menanam, alasannya hutan lindung. Tapi di lokasi yang sama, bambu-bambu dipanen dan dijual oleh pihak Perhutani sendiri. Di mana letak keadilannya?” tegasnya.
Ketua Komisi II DPRD Banyuwangi, Emy Wahyuni Dwi Lestari, mengaku hearing ini sudah lama direncanakan namun terkendala koordinasi.
“Hari ini kami menggelar hearing bersama LSM GERAK terkait pemanfaatan lahan hutan di Desa Kluncing. Sayangnya, pihak Perhutani tidak hadir. Maka kami akan jadwalkan ulang dengan mengundang pihak yang lebih lengkap, Perhutani dan Dinas Kehutanan Provinsi,” jelas Emy.
Menurutnya, pemanfaatan lahan Perhutani oleh warga sebenarnya memungkinkan, asal sesuai aturan dan ada kerja sama yang saling menguntungkan.
“Pemanfaatan lahan itu bisa dilakukan. Tinggal dibahas mekanismenya, termasuk skema sharing hasil antara masyarakat dan Perhutani,” ujarnya.