MA Vonis Komisaris BPR di Banyuwangi 1 Tahun Penjara dalam Kasus Penggunaan Akta Hibah Palsu

by -16 Views
Writer: Teguh Prayitno
Editor: Herry W. Sulaksono
foto dokumentasi Agus Sudirman saat sidang putusan kasus dugaan penggunaan akta palsu di PN Banyuwangi
iklan aston

Banyuwangi, seblang.com – Mahkamah Agung (MA) menjatuhkan hukuman satu tahun penjara kepada Agus Sudirman, setelah memutuskan bahwa pria 78 tahun itu terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah menggunakan akta autentik yang dipalsukan.

Putusan kasasi yang tertuang dalam Nomor 328 K/PID/2025 tertanggal 28 Februari 2025 ini membatalkan vonis lepas dari Pengadilan Tinggi (PT) Surabaya sebelumnya, sekaligus memperberat vonis 8 bulan penjara dari Pengadilan Negeri (PN) Banyuwangi.



Dalam amar putusannya, MA menyatakan Komisaris salah satu BPR di Banyuwangi ini bersalah karena menggunakan surat atau akta yang tidak sejati seolah-olah benar dan tidak dipalsukan, sebagaimana dakwaan alternatif kedua dari penuntut umum. Perbuatan tersebut dinilai memiliki potensi menimbulkan kerugian secara hukum dan materiil.

“Putusan Mahkamah Agung ini sudah inkrah,” tegas Jaksa Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Banyuwangi, Andryawan Perdana Dista Agara, Kamis (24/4/2025).

MA juga menetapkan bahwa seluruh masa penahanan yang telah dijalani terdakwa, baik penangkapan maupun tahanan kota sejak 11 Juni hingga 23 Oktober 2024, dikurangkan dari pidana yang dijatuhkan.

Putusan MA ini pun menjadi titik balik dari proses hukum yang panjang. Sebelumnya, Pengadilan Negeri Banyuwangi pada 9 September 2024 menjatuhkan vonis delapan bulan penjara kepada Agus. Namun, pada tingkat banding, Pengadilan Tinggi Surabaya membatalkan putusan tersebut dan menyatakan Agus lepas dari segala tuntutan hukum (onslag van rechtvervolging), dengan alasan perbuatan yang didakwakan kepada terdakwa terbukti, tetapi perbuatan tersebut bukan merupakan tindak pidana.

Ketetapan MA itu merupakan hasil dari dua permohonan kasasi yang diajukan baik oleh Penuntut Umum Kejaksaan Negeri Banyuwangi maupun kuasa hukum terdakwa. Mahkamah Agung menolak kasasi dari pihak terdakwa, namun mengabulkan permohonan dari jaksa.

Menanggapi putusan tersebut, kuasa hukum Agus, Eko Sutrisno, menyatakan pihaknya tengah meninjau ulang putusan MA itu untuk kemungkinan mengajukan Peninjauan Kembali (PK). “Kami menghormati putusan Mahkamah Agung, dan saat ini sedang mempelajarinya untuk menentukan langkah hukum berikutnya,” ujar Eko melalui pesan WhatsAppnya.

Kasus bermula dari konflik rumah tangga antara Agus dan mantan istrinya, Sulfia Irani. Pasangan yang menikah pada 2003 dan bercerai pada 2022 itu memiliki sejumlah aset tanah sebagai harta gono-gini. Pada 2017, di tengah keretakan rumah tangga, Agus diduga mengalihkan aset tersebut kepada anak-anaknya dari pernikahan pertama melalui akta hibah tanpa persetujuan Sulfia.

Dokumen hibah yang digunakan — bernomor 16, 17, 364, 305, dan 304 — memuat tanda tangan yang menurut Sulfia bukan miliknya. Temuan Laboratorium Forensik Polda Jawa Timur menguatkan klaim tersebut dengan menyatakan tanda tangan dalam dokumen hibah itu tidak identik dengan milik Sulfia.

PPAT Fanny Sulistyanto Setiabudi dalam kesaksiannya mengungkap bahwa ia tidak menyaksikan langsung proses penandatanganan, dan menyatakan kedua belah pihak tidak hadir saat akta dibuat.
Kesaksian tambahan dari dua saksi lain, Dimas dan Wahyudi, menunjukkan bahwa hanya Agus yang terlihat menandatangani dokumen, sementara keberadaan tanda tangan Sulfia muncul setelah dokumen dibawa masuk ke dalam rumah.

Atas pemalsuan dokumen tersebut, Sulfia Irani mengalami kerugian ditaksir mencapai Rp15 miliar. “Saya merasa sangat dirugikan. Tanda tangan saya dipalsukan, dan aset yang seharusnya menjadi hak bersama dialihkan tanpa persetujuan saya,” kata Sulfia yang saat ini juga tengah berjuang menempuh jalur perdata untuk mendapatkan hak-haknya.////////

iklan warung gazebo