Banyuwangi, seblang.com – Dandim 0825 Banyuwangi Letkol Arh Joko Sukoyo mengambil langkah elegan dalam merespons penolakan terhadap Undang-Undang (UU) TNI yang baru disahkan DPR RI pada 20 Maret 2025.
Alih-alih menghadapi demonstrasi di jalan, Dandim lebih memilih mengajak mahasiswa berdiskusi langsung guna menjawab kegundahan mereka terkait adanya isu liar kembalinya Dwi Fungsi ABRI dalam revisi UU TNI tersebut.
Dalam diskusi yang berlangsung di Makodim 0825 Banyuwangi Kamis (27/3/2025), Letkol Arh Joko Sukoyo turut menghadirkan Danlanal Banyuwangi, Letkol Laut (P) Hafidz, Komisi I DPRD Banyuwangi, Marifatul Kamila, serta Kasi Hukum Polresta Banyuwangi. Mereka memberikan penjelasan dan perspektif secara komprehensif terkait UU TNI yang menjadi sorotan, sekaligus mendengar aspirasi mahasiswa.
Adapun para mahasiswa yang hadir berasal dari sejumlah perwakilan BEM (Badan Eksekutif Mahasiswa) Stikes, Uniba, Airlangga, Akaba, Stikom, Ibrahimy, dan Uimsya Blokagung. Para kaum intelektual muda ini pun lebih mempertanyakan revisi Pasal 7 yang menambah dua tugas baru dalam Operasi Militer Selain Perang (OMSP), yakni penanggulangan ancaman siber serta perlindungan warga negara dan kepentingan nasional di luar negeri.
Selain itu, mereka juga mempertanyakan perubahan pada Pasal 47 yang memungkinkan anggota TNI aktif menempati 14 kementerian dan lembaga yang sebelumnya 10 kementerian. Tak hanya itu, proses kilat hingga digelarnya pembahasan revisi UU TNI di hotel mewah ditengah adanya efisiensi, menuai sorotan.
Menanggapi kekhawatiran tersebut, Letkol Arh Joko Sukoyo menegaskan bahwa revisi UU TNI ini tidak berarti menghidupkan kembali Dwi Fungsi ABRI sebagaimana yang berkembang dalam opini publik. Ia menjelaskan bahwa revisi UU TNI ini hanya memperjelas posisi TNI dalam strategi pertahanan, sekaligus untuk memberikan payung hukum dalam menjalankan setiap tugasnya.
“Penambahan tugas pokok dalam pasal 7 UU TNI, penanggulangan ancaman siber serta perlindungan warga negara dan kepentingan nasional di luar negeri bukanlah hal baru di TNI. Kami sudah memiliki satgas, tetapi belum ada aturan jelas, sehingga perlu adanya undang-undang untuk memberikan payung hukum guna meningkatkan profesionalisme prajurit,” jelasnya.
Dandim menegaskan bahwa ada dua perbedaan mendasar antara UU TNI yang baru dengan praktik Dwi Fungsi ABRI di era Orde Baru.
Pertama, kata Dandim, ranah tugas dan wewenang. Pada masa Orde Baru, Dwi Fungsi ABRI menempatkan militer sebagai kekuatan sosial-politik yang aktif dalam pemerintahan, termasuk memiliki fraksi khusus di DPR tanpa melalui pemilihan umum (pemilu). “Sementara dalam UU TNI yang baru, peran militer tetap terbatas pada sektor pertahanan dan keamanan negara, tanpa keterlibatan dalam politik praktis,” tegasnya.
Kedua, lanjut Dandim, keterbatasan jabatan di lembaga sipil. Pada era Orde Baru, anggota ABRI dapat dengan bebas menempati posisi strategis di pemerintahan, dari kepala daerah hingga menteri. Namun, dalam revisi UU TNI, penempatan anggota aktif di kementerian/lembaga hanya diperbolehkan di 14 instansi yang memiliki keterkaitan langsung dengan sektor pertahanan dan keamanan.
Antara lain Kementerian Koordinator Bidang Politik dan Keamanan; Kementerian Pertahanan Negara, termasuk Dewan Pertahanan Nasional; Kesekretariatan Negara, menangani urusan kesekretariatan presiden dan sekretariat militer presiden; Badan Intelijen Negara (BIN); Badan Siber dan/atau Sandi Negara; Lembaga Ketahanan Nasional; Badan Search and Rescue (SAR) Nasional; Badan Narkotika Nasional; Badan Nasional Pengelolaan Perbatasan; Badan Penanggulangan Bencana; Badan Penanggulangan Terorisme; Badan Keamanan Laut; Kejaksaan Republik Indonesia (Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Militer); Mahkamah Agung.
“Itupun tidak sembarang prajurit. Ia harus memenuhi kriteria khusus agar dapat mengisi posisi di 14 kementerian/lembaga tersebut,” jelas Dandim.
Terkait pembahasan Revisi UU TNI yang dinilai berlangsung cepat, Marifatul Kamila Ketua Komisi I DPRD Banyuwangi menjelaskan, bahwasanya hal tersebut dikarenakan kebutuhan mendesak akan kepentingan keamanan pertahanan negara.
“Saya pastikan dan sudah sama-sama kita lihat, revisi UU TNI tidak ada Dwi Fungsi ABRI. TNI tidak punya hak untuk memilih dan dipilih (hak politik seperti zaman Orde baru,” ujar Rifa sapaan akrabnya.
“Jika itu terjadi kembali, mohon maaf, mungkin orang yang menolak pertama saya, karena sudah mengurangi jatahnya orang politik itu nantinya. Tetapi (Dwi Fungsi ABRI) itu tidak ada,” selorohnya.
Kendati demikian, Rifa mengapresiasi para mahasiswa akan kritisi terkait revisi UU TNI yang meminta untuk dikaji ulang DPR RI dalam gelaran demonstrasi di Gedung DPRD Banyuwangi pada Rabu (26/3/2025) kemarin.” Apa yang menjadi tuntutan adik-adik mahasiswa kemarin sudah kami sampaikan ke pusat,” pungkasnya.