Mengenal Siami, Perajin Tenun Tradisional Banyuwangi yang Melestarikan Warisan Budaya

by -135 Views
iklan aston

Banyuwangi, seblang.com – Selain terkenal dengan batiknya, Banyuwangi juga menyimpan warisan budaya berupa tenun tradisional. Salah satu pelestarinya adalah Siami (74), warga Desa Jambesari, Kecamatan Giri, yang telah menekuni kerajinan tenun selama puluhan tahun.

Keahlian menenun Siami merupakan warisan turun-temurun yang dipelajarinya dari sang ibu, seorang penenun tradisional. Desa Jambesari sendiri telah menjadi pusat kerajinan tenun sejak beberapa dekade silam, meskipun kini Siami menjadi satu-satunya yang masih aktif melestarikan tradisi ini.

iklan aston

“Saya mulai menenun sejak sekitar tahun 1960-an,” ujar Siami kepada Bupati Banyuwangi Ipuk Fiestiandani yang mengunjunginya saat program Bupati Ngantor di Desa (Bunga Desa) di Desa Jambesari, Senin (9/9/2024).

Saat kunjungan tersebut, Siami sedang mengerjakan pesanan kain dari seorang warga Desa Kemiren, Kecamatan Glagah – salah satu pemukiman suku Osing, penduduk asli Banyuwangi. Faktanya, sebagian besar kain tenun tua yang dimiliki warga Desa Kemiren merupakan hasil karya perajin dari Desa Jambewangi.

Siami tetap menjaga kualitas kain tenun buatannya, meski ukurannya tidak terlalu besar. “Ini untuk gendongan, atau biasa juga dipakai seserahan di acara pernikahan,” jelasnya. Kain gendongan buatan Siami memiliki lima motif khas: Keluwung, Solok, Boto, Lumut, dan Gedokan. Harga per lembar kain tenun ini mencapai Rp 4 juta.

“Pelanggan juga bisa membawa benang sendiri. Jika benangnya dari pemesan, harganya Rp 2 juta,” tambah Siami. Ia menjelaskan bahwa proses yang paling memakan waktu adalah menata benang di alat tenun, yang membutuhkan ketelatenan dan beberapa hari pengerjaan.

Siami masih menggunakan alat tenun tradisional berupa alat penenun pangku dari kayu, peninggalan ibunya yang terawat hingga kini. Kain tenun buatannya berukuran 300 cm x 60 cm dan terbuat sepenuhnya dari benang sutera. Proses pembuatan satu lembar kain membutuhkan waktu sekitar sebulan karena dikerjakan secara manual.

Rutinitas Siami dimulai setiap pagi pukul 08.00 WIB. Ia tekun mengerjakan tenunannya hingga sore hari, dengan jeda istirahat saat Dhuhur. “Malamnya saya memintal benang sampai larut,” ungkapnya.

Bupati Ipuk mengapresiasi upaya Siami dalam melestarikan kain tenun Banyuwangi. “Beliau ini luar biasa, seorang pelestari tenun yang tetap konsisten hingga saat ini,” puji Ipuk. Untuk menjaga kelangsungan kerajinan ini, Ipuk berencana memfasilitasi regenerasi penenun dengan mengajak generasi muda belajar pada Siami.

“Alhamdulillah, putri Mbah Siami juga mulai menekuni kerajinan tenun. Ini menggembirakan, semoga ada kerabat lain yang mengikuti,” ujar Ipuk. Ia juga berharap ada kolaborasi antara dinas terkait dan para desainer Banyuwangi untuk memanfaatkan produk tenun ini sebagai bagian dari warisan wastra Banyuwangi.

Dengan upaya pelestarian dan pengembangan yang berkelanjutan, diharapkan kerajinan tenun tradisional Banyuwangi dapat terus bertahan dan bahkan berkembang di masa mendatang.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.