Jayapura, seblang.com — Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy menuturkan, pendidikan karakter pada anak harus dilakukan sejak dini untuk membangun kesadaran dan pemahaman yang cukup mengenai toleransi dalam rangka memelihara serta melestarikan persatuan bangsa Indonesia.
Hal itu disampaikan saat memberikan sambutan tentang “Peranan Pemerintah dalam Membangun Karakter Anak Bangsa Sejak Usia Dini Berdasarkan Nilai-nilai Pancasila” dalam acara Konferensi Nasional Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) ke-VIII Tahun 2023 di Provinsi Papua, pada Selasa (24/10).
Muhadjir menambahkan, menjaga kemajemukan melalui persatuan sangat penting untuk meneruskan tren positif pembangunan bangsa Indonesia di masa yang akan datang. Terlebih saat ini Indonesia tengah mempersiapkan diri untuk menyambut dampak positif dari bonus demografi yang akan mencapai puncaknya pada tahun 2045.
“Pendidikan karakter itu sebaiknya memang dimulai sejak anak masih kecil, termasuk di dalam membangun kesadaran dan pemahaman yang cukup mengenai toleransi. Itu penting sekali untuk mewujudkan pendidikan Indonesia yang majemuk demi kepentingan masa depan Indonesia,” ujar Muhadjir.
Untuk menanamkan pendidikan karakter kepada anak, Muhadjir menerangkan dua karakter penting yang harus ditanamkan sejak dini, yakni karakter personal dalam menilai baik dan buruk, kedisiplinan, serta kemandirian. Sementara yang kedua adalah karakter sosial agar dapat berkomunikasi dengan baik hingga penanaman nilai-nilai toleransi,
Dalam rangka mewujudkan itu, Muhadjir mengajak para pemuka agama dan rohaniawan yang hadir untuk mencermati kembali Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 tentang Penguatan Pendidikan Karakter. Muhadjir menjelaskan pada dasarnya regulasi tersebut berisi tentang penekanan pentingnya karakter melalui pendidikan yang holistik dan integratif.
Upaya dalam mewujudkan model pendidikan itu kini telah diupayakan oleh pemerintah dengan membangun Pendidikan Anak Usia Dini-Holistik Integratif (PAUD-HI) yang dirancang akan terkoneksi langsung dengan Posyandu untuk memberikan edukasi mengenai kesehatan serta pengasuhan anak sejak dini.
Upaya itu juga seharusnya berlaku bagi jenjang pendidikan sekolah dasar hingga sekolah menengah. Muhadjir menyebut Peraturan Presiden Nomor 87 Tahun 2017 yang dahulu diartikan sebagai full day school itu sebenarnya mengarahkan sekolah formal untuk menjalin kerja sama dengan satuan pendidikan keagamaan dan membentuk pendidikan yang holistik dan integratif.
“Anak-anak selepas sekolah bisa melanjutkan kegiatan di tempat-tempat keagamaan. Itu yang dulu saya sebut dengan full day school. Full day school itu bukan berarti sehari penuh berada di sekolah, tetapi kegiatan anak selama sehari itu berada di dalam tanggung jawab sekolah, baik saat anak di masjid, gereja, pura, wihara, dan sebagainya,” terang Muhadjir.
Melalui integrasi itu, kegiatan anak dapat terus dipantau oleh sekolah dan menjadikan kegiatan di luar tersebut sebagai bagian dari nilai ekstrakurikuler. Pada satu sisi, regulasi itu juga memungkinkan pembiayaan insentif bagi para guru keagamaan agar dapat diikutsertakan dalam anggaran Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Upaya itu dilakukan sebagai bentuk dari kepedulian pemerintah terhadap para guru keagamaan yang sering kali tidak mendapatkan insentif yang cukup ketika memberikan pembelajaran agama kepada anak.
“Pada Perpes itu sebetulnya dimungkinkan lembaga-lembaga keagamaan ikut ambil bagian, karena dengan Perpres itu dimungkinkan dana BOS bisa digunakan untuk memberikan insentif kepada guru-guru agama di luar sekolah, seperti guru ngaji, pendeta di gereja, hingga pengajar agama di pura, dan seterusnya,” ucap Muhadjir.
Muhadjir mengatakan, upaya integrasi itu penting untuk menangkal dampak buruk penggunaan gadget oleh anak-anak. Peranan sekolah dan lembaga keagamaan menjadi sangat mendesak, terutama bagi yang tinggal di area perkotaan. Masjid, gereja, pura, dan tempat keagamaan lainnya sangat ideal untuk menangkal dampak buruk gadget, sekaligus membentuk kepribadian anak secara integral.
“Saya kira peranan agama harus semakin intensif ketika perkembangan dunia semakin terbuka seperti ini. Lingkungan anak-anak sangat menentukan dalam pembentukan karakter, apalagi usia anak membutuhkan role model,” ujar Muhadjir.
Agenda konferensi nasional itu turut dihadiri oleh Duta Besar Suriname Erick Rahmat Moertabat, Menteri Agama Kebinet Kerja 2014-2019 Lukman Hakim Saifuddin, Pj. Sekretaris Daerah Provinsi Papua Derek Hegemur, Bupati Jayapura Triwarno Purnomo, Ketua Asosiasi FKUB Indonesia Ida Pangelingsir Agung Putra Sukahet, Monsinyur Yanuarius Theofilus Matopai You, Ketua FKUB Provinsi Papua Lipiyus Biniluk, Forkopimda Provinsi Papua, serta Pengurus FKUB se-Indonesia, dan Anggota KPU dan Bawaslu Provinsi Papua.(*/ANO)