Oleh Anwar Hudijono
Pada hakikatnya kesenangan dan kegetiran hidup itu sama-sama cobaan atau ujian Allah. Hal itu terbaca jelas di Quran Al Anbiya 35.
“Setiap yang bernyawa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan. Dan kamu akan dikembalikan hanya kepada Kami.”
Maka, setiap manusia pasti merasakan kesenangan dan kegetiran hidup. Tidak ada kok seumur umur susah melulu. Juga tidak ada yang sepanjang hayat senang terus. Begitulah Allah menciptakan isi dunia ini dualitas.
Menurut ayat di atas bagi manusia yang masih hidup tidak usah khawatir tidak kebagian jatah mati. Tunggu saja. Tidak boleh kita memintanya. Masalahnya hanya soal kapan dan di mana terjadi. Seperti ditegaskan di Quran surah Lukman ayat terakhir.
“Sesungguhnya hanya di sisi Allah ilmu tentang hari Kiamat; dan Dia yang menurunkan hujan, dan mengetahui apa yang ada dalam rahim. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui (dengan pasti) apa yang akan dikerjakannya besok. Dan tidak ada seorang pun yang dapat mengetahui di bumi mana dia akan mati. Sungguh, Allah Maha Mengetahui, Maha Mengenal.”
Enak kalau manusia boleh menentukan waktu dan tempat kematiannya. Bisa memilih saat shalat di masjid. Pilih tempat yang baik.
Meski kesenangam dan kegetiran hidup sama-sama cobaan atau ujian tapi manusia meresponsnya secara berbeda.
Jika ujian berupa kesenangan, kenikmatan tidak dianggap sebagai ujian tapi anugerah Tuhan.
“Maka adapun manusia, apabila Tuhan mengujinya lalu memuliakannya dan memberinya kesenangan, maka dia berkata, “Tuhanku telah memuliakanku.”
(QS. Al-Fajr 89: Ayat 15)
Kalau ujian berupa kegetiran baru ginjal-ginjal, sambatnya ngaru napung, sampai mau bunuh diri masuk sumur dra’un eh dragon (sumur pompa).
“Namun apabila Tuhan mengujinya lalu membatasi rezekinya, maka dia berkata, “Tuhanku telah menghinaku.”
(QS. Al-Fajr 89: Ayat 16)
Hal demikian tidak terbatas soal rejeki. Bisa soal jabatan, peluang, popularitas, kekuasaan dan sebagainya.
Salah satu tujuan cobaan atau ujian itu agar manusia tidak perna lupa Tuhan. Tidak lengah hakikat penciptaannya. Tetap berkomitmen pada “sangkan paraning dumadi”. Asal dan tempat kembali semua mahluk.
Allaziina izaaa ashoobat-hum mushiibah, qooluuu innaa lillaahi wa innaaa ilaihi rooji’uun
“(yaitu) orang-orang yang apabila ditimpa musibah, mereka berkata “Inna lillahi wa inna ilaihi raji’un” (sesungguhnya kami milik Allah dan kepada-Nyalah kami kembali).”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 156)
Lantas dianjurkan minta pertolongan Allah dengan sabar dan shalat. Shalat merupakan proses kembalinya mahluk kepada penciptanya seperti kembalinya air ke tanah.
“Wahai orang-orang yang beriman! Mohonlah pertolongan (kepada Allah) dengan sabar dan sholat. Sungguh, Allah beserta orang-orang yang sabar.”
(QS. Al-Baqarah 2: Ayat 153)
Lantaran tujuan ujian itu agar kembali ke Allah maka mestinya sama dalam bersikap saat diuji dengan kegetiran dan kesenangan. Sama-sama sabar dalam kesenangan maupun dalam kegetiran. Ketika menginfakkan sebagian rejeki itu cerminan sabar. Tidak korupsi saat berkuasa itu sabar. Tidak congkak saat ngetop itu sabar juga.
Tapi kebanyakan manusia itu lupa saat diuji dengan kesenangan. Quran mencontohkan Abu Lahab. Dia diuji dengan kekayaan, usaha/kekuasaan dan istrinya. Endingnya celaka dan binasa.
“Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan benar-benar binasa dia!”
(QS. Al-Lahab 111: Ayat 1)
Dan kesenangan, kenikmatan, kemuliaan dunia itu realitas palsu.
“Ketahuilah, sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan dan senda gurauan, perhiasan dan saling berbangga di antara kamu serta berlomba dalam kekayaan dan anak keturunan, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani; kemudian (tanaman) itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras dan ampunan dari Allah serta keridaan-Nya. Dan kehidupan dunia tidak lain hanyalah kesenangan yang palsu.”
(QS. Al-Hadid 57: Ayat 20)
Astsgfirullah. Rabbi ‘alam
Anwar Hudijono, jurnalis senior tinggal di Sidoarjo