Banyuwangi, seblang.com – Puluhan warga Dusun Krajan, Desa Tembokrejo, Kecamatan Muncar, mendatangi Pengadilan Negeri Banyuwangi, Jawa Timur Selasa (23/11/2021). Kedatangan mereka untuk mengawal sidang perdata yang menyengketakan tanah mereka.
Penggugat adalah Solihin, warga Dusun Krajan RT. 3 / RW 19 Desa Tembokrejo, Muncar, Banyuwangi. Dia merupakan salah satu dari 53 Kepala Keluarga (KK) yang kini menguasai sebagian objek tanah sengketa tersebut berdasarkan surat segel jual beli dan kwitansi.
Sedangkan tergugat adalah Didik Saikhu Afandi dkk, ahli waris Muzaini, pemegang sertifikat hak milik (SHM) Nomor 02138 tahun 2008 seluas 6930 m2 atas nama Muzaini ( Objek tanah induk yang disengketakan).
Dalam persidangan perdata nomor 168/Pdt.G/2021/PN Byw dengan agenda pembacaan surat gugatan, Solihin tanpa didampingi kuasa hukum membacakan gugatannya di depan Majelis Hakim yang diketuai Agus Pancara, S.H., M.Hum. di ruang Garuda PN Banyuwangi.
Menurut Solihin, sebanyak 53 KK termasuk dirinya telah membeli tanah kapling kepada almarhum Muzaini, baik secara langsung pada tahun 1994-1996 atau tidak langsung (Tangan ke-2) pada tahun 2000-an. Bukti kepemilikan yang dipegang Solihin dan 52 KK lainnya berupa surat segel jual beli dan kwitansi.
Namun, ketika Solihin dan warga lainnya berniat membalik nama tanah yang diklaim telah mereka beli tersebut, tergugat (ahli waris) tidak mengakui bukti kepemilikan mereka. Ahli waris malah meminta penggugat dan 52 KK yang telah membangun rumah di atas tanah sengketa tersebut untuk membelinya kembali dengan harga bervariasi.
“Tergugat (Didik dkk) meminta dibeli kembali dengan harga Rp. 60 ribu/meter, untuk warga yang tidak memiliki bukti surat segel jual beli. Sedangkan kepada warga yang memegang bukti jual beli, tergugat meminta Rp. 20 ribu /meter,” kata Solihin di depan Majelis Hakim.
Dalam pembacaan gugatan itupun, salah satu tuntutan Solihin meminta kepada hakim menghukum tergugat (ahli waris) untuk bersedia mengalihkan nama tanah yang dimilikinya dari nama almarhum Muzaini menjadi nama penggugat tanpa ada permintaan biaya apapun.
Selain itu, dia juga meminta kepada Majelis hakim dalam putusannya mengesahkan kwitansi dan surat segel jual beli sebagai bukti kepemilikan yang sah demi hukum untuk landasan BPN membuat sertifikat tanah yang kini dikuasainya tersebut.
Sementara itu, Didik selaku tergugat yang juga tanpa didampingi kuasa hukum ini meminta waktu satu minggu kepada majelis hakim membacakan jawaban tergugat secara tertulis atas pembacaan gugatan dari Solihin.
Kepada wartawan, Didik mengungkapkan bahwasanya semasa hidup orang tuanya almarhum Muzaini pernah berpesan kepadanya, hanya ada 12 orang (KK) saja yang melakukan jual beli di tanah milik orang tuanya tersebut yang kini disengketakan dalam persidangan.

Namun, kata Didik, kini ada 53 KK yang mengklaim berhak atas tanah tersebut berdasarkan kwitansi yang mereka pegang.
“Sebagai ahli waris, saya mengkroscek sertifikat tanah atas nama milik orang tua saya, almarhum Muzaini yang kini saya pegang. Sertifikat ini bukti otentik kepemilikan dari tanah seluas 6930 m2 yang sekarang disengketakan di persidangan. Semasa hidupnya, Almarhum berpesan hanya ada 12 orang yang beli, tetapi saya kroscek ternyata ada 52 KK yang mendirikan bangunan di tanah tersebut,” kata Didik.
Didik yang kini berdomisili di Denpasar, Bali ini juga mempertanyakan dasar apa para warga sejumlah 52 KK itu mendirikan bangunan rumah. Dikatakan Didik, mereka tidak memiliki bukti otentik apapun yang diakui negara.
“Jika jual beli seharusnya prosedural lewat notaris. Mereka itu beli dimana kok berani bangun rumah di tanah yang bukan haknya. Bukti kepemilikannya apa? Saya bisa saja mempidanakan mereka berdasarkan KUHP pasal 385 yang melindungi pemilik tanah dari penyerobotan,” pungkasnya. //