Hari Raya Nyepi di Banyuwangi Tanpa Pawai Ogoh-ogoh

by -866 Views

Banyuwangi, seblang.com–  Tepat pada tanggal 13 Maret 2021, Umat beragama Hindu merayakan Tahun baru Saka 1943, serangkaian Upacara dilakukan, termasuk upacara pengerupukan.

Upacara pengerupukan merupakan upacara yang dilakukan untuk mengusir Buta Kala atau kejahatan yang dilakukan sore hari (sandhyakala), yang setelah dilakukan upacara mecaru di tingkat rumah) sehari sebelum upacara Nyepi.

Pengerupukan dilakukan dengan cara menyebar-nyebar nasi, tawur agung kesange, mengobor-obori rumah dan seluruh pekarangan, menyemburi rumah dan pekarangan dengan mesiu, serta memukul benda-benda apa saja (biasanya kentongan) hingga bersuara ramai/gaduh.

Hari raya Nyepi dianggap sebagai tahun baru umat Hindu menurut kalender Saka, yang berlaku sejak 78 Masehi. Di Banyuwangi perayaan Nyepi punya sejarah yang berakar dari India, beserta rangkaian upacara dan maknanya.

Hari Raya Nyepi harus melalui serangkaian acara, mulai dari upacara Melasti, pemujaan, Mecaru, Nyepi (Sipeng), hingga Ngembak Geni. Seluruh rangkaian Hari Raya Nyepi merupakan proses pensucian diri sekaligus peningkatan kualitas hidup.

Selama itu pula manusia meredakan hawa nafsu dengan bertapa, yoga, dan brata samadi.

Menurut Wakil Ketua Perisada Hindu Dharma Indonesia (PHDI) Banyuwangi, Jatson saat ditemui mengatakan bahwa kegiatan upacara pengerupukan ini memang sangat terbatas, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, namun tetap tidak mengurangi upacara yang dilakukan oleh umat Hindu.

“Kita tetap mematuhi protokol kesehatan ini mas, dan upacara yang dilakukan sebelum Nyepi tetap dilakukan, walaupun tidak mengarak keliling menggunakan ogoh-ogoh,” jelas Jatson yang jug Ketua RW Dusun Blokagung.

Menurut Jatson, pura bukit Amerta yang terletak di Dusun Kalisuro Desa Karangdoro Kecamatan Tegalsari ini ada beberapa serangkaian upacara.

Pertama Upacara Melasti. Pada upacara Melasti, manusia dibersihkan dari segala kotoran baik fisik maupun pikiran (bhuana alit dan amertha) demi kehidupan manusia yang sejahtera. “Upacara Melasti menggunakan arca, pretima, dan barong yang merupakan simbol pemujaan Ida Sang Hyang Widhi Wasa, diarak menuju sumber air untuk meminta pembersihan dan tirta amertha (air suci kehidupan),” paparnya.

Kedua, Upacara Pemujaan, Setelah upacara Melasti, umat Hindu menghaturkan bhakti di Balai Agung atau Pura di setiap pura masing-masing pakraman.

Ketiga Tawur Agung (Mecaru). Sehari sebelum Hari Raya Nyepi, tepatnya pada Tilem Sasih Kesanga, Pecaruan dilaksanakan. Tawur merupakan proses pengembalian sari-sari alam agar tercipta keseimbangan. “Upacara Tawur ditujukan kepada Butha yang diyakini dapat memberkati kehidupan manusia menjadi harmonis,” paparnya.

Berikutnya ialah upacara pengerupukan. Setiap rumah dan pekarangan disebari Nasi Tawur Agung kesange, diobor-obori, disemburi Mesui, dan benda di sekitarnya dipukul sampai menimbulkan suara gaduh. Malam pengerupukan biasanya disertai pertunjukan budaya sebagai simbol bhutakala yang disebut Ogoh-ogoh.

Keempat, upacara Nyepi (Sipeng). “Nyepi ini dilakukan umat Hindu selama 24 jam, mulai terbitnya matahari yakni pukul 06:00 WIB sampai matahari terbit kembali besoknya lagi yakni pukul 06:00 WIB,” papar Katson.

Jatson menjelaskan bahwa Umat Hindu melaksanakan Catur Brata Penyepian itu ada 4 macam, yakni antara lain:

1. Amati Geni: tidak melakukan aktivitas yang harus menghidupkan api.

2. Amati Lelanguan: menghindari aktivitas yang berhubungan dengan wacika. Wacika ialah perkataan benar, yang dalam interaksi dengan umat manusia dan Tuhan telah atau belum dilaksanakan.

3. Amati Karye: tidak bekerja dan hendaknya melakukan evaluasi diri atas hasil pekerjaan tersebut.

4. Amati Lelungan: tidak berpergian ke luar rumah dan diwajibkan untuk mengevaluasi diri.

Kemudian upacara yang terakhir yakni Ngembak Geni. Tahap akhir dari Hari Raya Nyepi ialah Ngembak Geni. Nyepi dapat diakhiri dan umat Hindu diperbolehkan melakukan aktivitas, kembali kepada tanggung jawab masing-masing.

“Umumnya, umat hindu berkunjung ke sanak saudara dan kerabat untuk saling menyapa dan bermaaf-maafan, sama dengan seperti agama Islam, yakni bersilaturahmi,” jelasnya.

Jatson menambahkan, Hari Raya Nyepi, bagi umat Hindu, dimaknai sebagai proses perenungan diri. Melalui serangkaian spiritual, umat Hindu melakukan pengendalian diri, memuja, dan mengharapkan kedamaian.

“Tahun baru umat Hindu ini juga mengandung nilai-nilai kebersamaan yang mendorong kehidupan yang seimbang. Seluruh kegiatan Hari Raya Nyepi memberikan kecukupan bagi manusia dalam berbagai aspek, sosial, psikologis, dan sebagainya. Hal tersebut kian menjadi landasan untuk memperoleh kehidupan yang sejahtera,” pungkasnya.

Wartawan Hari Purnomo

iklan warung gazebo