Foto : Suasana sidang perdata sengketa lahan sawah dan kebun Segobang
Banyuwangi seblang.com – Sidang perdata sengketa lahan sawah dan kebun di Dusun Khayangan, Desa Segobang, Kecamatan Licin Banyuwangi, antara ahli waris Husen dengan ahli waris Dollah Pi’i memasuki agenda mendengarkan keterangan saksi di Pengadilan Negeri Banyuwangi, Selasa (4/8).
Dalam kesempatan tersebut kuasa hukum ahli waris Husen selaku penggugat yakni Moch. Djajuli, SH. menghadirkan tiga orang saksi yang merupakan warga setempat. Mereka adalah Saidi, Sutrisno, dan Islam
Dihadapan Majelis Hakim yang diketuai Saiful Arif, SH.,MH, para saksi itu kompak mengatakan bahwasanya tanah lahan sawah dan kebun sengketa yakni persil No. 330 S. IV, No. 237 Luas : 0.997 Ha dan persil No. 340 D II petok No. 237 luas : 0.277 Ha tersebut adalah milik almarhum Husen.
Saksi saidi mengaku pernah melakukan transaksi jual beli hasil kebun yakni buah pisang beserta daunya dengan almarhum Husen pada tahun 1976 silam.
Sedangkan saksi Sutrisno, dan Islam, masing masing mengaku pernah diminta oleh almarhum Husen untuk menggarap lahan sawah yang kini menjadi sengketa tersebut, sejak tahun 1980-an dan tahun 1990-an.
Namun ketika ditanya oleh H. Much Fahim SH, MH. kuasa hukum ahli waris Dollah Pi’i selaku tergugat terkait asal usul lahan sengketa tersebut, para saksi itupun tidak mengetahui secara langsung proses jual belinya.
“Saya tidak tahu langsung proses akad jual belinya. Katanya, lahan sawah dan kebun itu dibeli almarhum Husen dari Dollah Pi’i,” kata para saksi yang dihadirkan kuasa hukum ahli waris Husen di persidangan.
Saidi salah satu saksi menyebut jika almarhum Djuhairiyah, yang ikut cap jempol pada salah satu segel surat pernyataan jual beli yang dijadikan bukti otentik ahli waris Husen, bahwasanya Djuhairiyah meninggal pada tahun 1976, usai cap jempol. Hal itupun membuat kuasa hukum ahli waris Dollah Pi’i mencecar pertanyaan kepada saksi Saidi.
“Anda bisa baca tulis pak?,” tanya Fahim kepada Saidi.
“Ya bisa,” jawab Saidi.
“Pak Hakim minta tolong dibuka bukti kami berupa surat kematian Djuhairiyah yang kami lampirkan,” pinta Fahim kepada Majelis Hakim.
“Almarhum Djuhairiyah meninggal pada tahun 1974 bukan tahun 1976, sesuai seperti yang tertulis di surat kematian dari Desa Segobang,” kata Fahim sembari menunjukkan bukti surat kematian Djuhairiyah dihadapan Majelis Hakim yang juga disaksikan Saidi beserta kuasa hukum ahli waris Husen.
Saidi itupun terdiam dan terkejut melihat bukti yang ditunjukkan kuasa hukum ahli waris Dollah Pi’i tersebut. Sehingga, masih menjadi tanda tanya besar, siapa yang sebenarnya membubuhkan cap jempol di segel surat pernyataan jual beli tersebut.
Hal itupun ditegaskan kembali oleh Samsul Hadi yang merupakan anak dari almarhum Djuhairiyah sekaligus ahli waris Dollah Pi’i.
“Apa yang disampaikan saksi Saidi itu tidak benar. Ibu saya Djuhairiyah meninggal pada tahun 1974 bukan tahun 1976. Seperti surat kematian dari Desa Segobang,” sangkal Samsul Hadi usai persidangan kepada seblang.com.
Bahkan, lanjut Samsul Hadi, ibu saya meninggal di Dusun Sroyo, Desa Balak, Kecamatan Songgon, dan juga dimakamkan disana. Bukan di Dusun srampon, Desa Segobang, Licin, seperti yang disampaikan Saidi.
“Mereka (para saksi) itu bukan asli Segobang. Mereka pendatang semua. Jadi tidak tahu apa apa. Ngawur semuanya,” ujarnya.
“Pesan ibu (Djuhairiyah) sebelum meninggal. Lahan sawah dan kebun itu tidak pernah diperjual belikan kepada siapapun. Termasuk Husen,” tegasnya.
Sementara itu, sebelum persidangan berakhir, kuasa hukum ahli waris Dollah Pi’i mencoba menghadirkan M Badjuri dan Mukhlis yang merupakan saksi kunci dalam perkara sengketa lahan tersebut.
Pasalnya, kedua mantan Kepala Desa Desa Segobang itu tidak merasa tanda tangan di segel surat jual beli yang dijadikan bukti otentik pihak ahli waris Husen. Dugaan pemalsuan tanda tangan itupun juga sudah dilaporkan ke Polresta Banyuwangi.
Namun, kuasa hukum ahli waris Husen keberatan dengan alasan masih ada saksi lagi yang akan dihadirkan dipersidangan yang akan datang. Sehingga, kesaksian dua sesepuh Desa Segobang tersebut ditunda hingga sidang lanjutan, Selasa (11/8) mendatang.
Perlu diketahui, situasi di lahan sengketa tersebut semakin panas. Kedua belah pihak saling mengklaim. Bahkan, saat ini lahan sengketa yang tadinya berupa sawah, dijadikan kolam ikan oleh ahli waris Dollah Pi’i. (guh)