Blitar, seblang.com – Massa yang tergabung dalam Masyarakat Peduli Pendidikan (MPP) mendatangi DPRD dan Pemerintah Kota Blitar pada Kamis (19/03/2025) untuk mengkritik kebijakan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) dan Rencana Detail Tata Ruang (RDTR) yang dinilai tidak berpihak pada dunia pendidikan.
Mereka mengungkapkan bahwa perizinan pembangunan institusi pendidikan, terutama Universitas Islam Blitar (Unisba), mengalami banyak hambatan, sementara izin untuk hotel dan lembaga pemasyarakatan (lapas) lebih mudah diterbitkan.
Sekitar seratus peserta audiensi dengan Komisi 1 DPRD Kota Blitar, Koordinator MPP, Mohammad Trijanto, mengungkapkan adanya ketimpangan kebijakan dalam Perda RTRW dan RDTR yang berdampak langsung pada pengembangan pendidikan di Kota Blitar. Ia mencontohkan kondisi Unisba yang kesulitan mengembangkan kampus akibat regulasi yang dianggap terlalu ketat.
“Kampus Unisba saat ini memiliki 3.946 mahasiswa dengan luas lahan 1,1 hektare, tetapi yang telah terbangun hanya 0,6 hektare. Padahal, kebutuhan ideal ruang kelas mencapai 114 ruang, sementara yang tersedia hanya 35 ruang. Artinya, masih ada defisit 79 ruang. Selain itu, banyak fakultas yang belum memiliki laboratorium,” ungkap Trijanto.
Di sisi lain, ia mempertanyakan kelancaran pembangunan Lapas Kelas IIB Blitar di Jl. Panglima Polim dengan luas lahan 4,18 hektare yang berjalan tanpa kendala berarti, begitu pula dengan pembangunan Hotel Santika yang tetap mendapatkan izin meskipun lokasinya hanya berjarak 96 meter dari sumber mata air.
Menurutnya, hal ini bertentangan dengan aturan yang menetapkan batas minimal 200 meter dari sumber mata air. Selain itu, Trijanto juga mengungkapkan keberadaan bangunan permanen ilegal di Jalan Ahmad Yani yang dinilai melanggar aturan ruang terbuka hijau dan perlindungan sungai.
“Kalau Sertifikat Hak Milik (SHM) dan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) pagar laut di Tangerang dan Bekasi saja bisa dicabut, kenapa bangunan yang melanggar garis sempadan sungai di Blitar dibiarkan tanpa ada upaya penertiban?” tegasnya.
Menanggapi tuntutan MPP, anggota DPRD Kota Blitar, Agus Zunaidi, mengungkapkan bahwa pihaknya siap membantu mencari solusi atas permasalahan ini. Namun, ia menegaskan bahwa keputusan akhir terkait kebijakan RTRW berada di tangan Pemerintah Kota Blitar.
Setelah audiensi dengan DPRD, MPP melanjutkan aksinya ke Kantor Wali Kota Blitar untuk bertemu dengan Wali Kota Syauqul Muhibbin. Dalam pertemuan tersebut, Syauqul menyampaikan bahwa ia akan mengevaluasi kembali RTRW yang disusun oleh pemerintahan sebelumnya serta menampung aspirasi yang disampaikan oleh MPP.
“Kami akan meninjau ulang kebijakan RTRW agar lebih berkeadilan dan berpihak pada pengembangan pendidikan. Ke depan, Kota Blitar harus semakin maju, dan pendidikan menjadi salah satu prioritas utama,” ujarnya.
MPP meminta agar Wali Kota Syauqul Muhibbin menandatangani pakta integritas sebagai bentuk kesepakatan dalam menyusun kebijakan tata ruang yang lebih baik dan mendukung dunia pendidikan.
Trijanto juga mengkritik ketidakkonsistenan Pemkot Blitar dalam menerapkan regulasi tata ruang. Menurutnya, banyak fakultas di Unisba yang masih belum memiliki laboratorium akibat kebijakan ini. Ia juga menyinggung dana hibah puluhan miliar dari Kemendikbud yang tidak bisa terserap dalam dua tahun terakhir karena terganjal aturan tata ruang.
“Sebagai Kota Pendidikan, Blitar seharusnya memprioritaskan perguruan tinggi sebagai bagian dari pembangunan strategis. Sayangnya, justru izin bagi institusi pendidikan lebih sulit dibandingkan bangunan komersial dan lapas. Ini bertentangan dengan visi pembangunan Kota Pendidikan,” ujarnya.
MPP mengajukan beberapa tuntutan kepada Pemkot Blitar, yakni revisi Perda RTRW dan RDTR untuk menjadikan kawasan kampus Unisba sebagai zona pendidikan strategis, evaluasi izin pembangunan Hotel Santika dan penindakan terhadap bangunan ilegal di Jalan Ahmad Yani, peningkatan kinerja Forum Penataan Ruang (FPR) Kota Blitar agar lebih memperhatikan kepentingan pendidikan tinggi, serta menetapkan pengembangan pendidikan tinggi sebagai Proyek Strategis Daerah (PSD) dalam RPJMD Kota Blitar 2025-2030.
MPP berharap pemerintah segera merespons tuntutan ini demi mempertahankan eksistensi Blitar sebagai Kota Pendidikan serta memastikan pembangunan sektor pendidikan tidak terhambat oleh regulasi yang tidak konsisten.
Trijanto juga mengungkapkan adanya ketimpangan dalam penegakan perda oleh Satpol PP Kota Blitar. Ia menilai bahwa hanya masyarakat kecil yang ditegakkan aturan dengan ketat, sementara mereka yang memiliki akses ke kekuasaan justru bisa menghindari sanksi meskipun jelas-jelas melanggar regulasi.
“Terlalu banyak contoh bangunan megah yang berdiri meskipun melanggar perda, tetapi tetap dibiarkan. Sebaliknya, masyarakat kecil yang tidak punya akses ke lingkar kekuasaan justru ditekan dengan aturan yang sama,” ujarnya.
Sebagai langkah konkret, telah tercapai kesepakatan antara eksekutif, legislatif, IKA Unisba, IKA Fakultas Hukum Unisba, BEM Unisba, serta perwakilan tokoh masyarakat agar pembangunan kampus Unisba bisa dimulai setelah Lebaran.
“Apapun risikonya, pembangunan harus segera dimulai,” tutup Trijanto.