“Panas” Saling Klaim Kuasai Sengketa Lahan di Klatak Kalipuro Berujung Pencopotan Banner

by -573 Views
iklan aston

Banyuwangi, seblang.com – Pemerintah Kabupaten Banyuwangi melalui Badan Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (BPKAD) menegaskan bahwa lahan bekas Dinas Pertanian Rakyat dan SDN 1 Klatak Kalipuro merupakan tanah negara yang telah lama dikuasai oleh pemerintah daerah.

Alhasil, banner penguasaan lahan sengketa yang dipasang oleh Ahli Waris Buang  Manan dibongkar paksa Satpol-PP Banyuwangi, Senin (29/7/2024).

iklan aston

Menurut Cahyanto Kepala BPKAD Banyuwangi, tanah tersebut telah ditempati oleh pemerintah daerah sejak tahun 1957, yang berarti sudah lebih dari 50 tahun. Saat ini, pemerintah daerah sedang mengajukan permohonan hak pakai ke Badan Pertanahan Nasional (BPN).

“Sekarang pemerintah daerah sedang mengajukan permohonan menjadi hak pakai pemerintah daerah ke BPN,” ujarnya.

Ditambahkannya, bahwa pemerintah daerah juga telah meminta BPN untuk membatalkan sertifikat atau pengajuan sertifikat atas nama perorangan untuk tanah ini.

Sengketa atas properti ini baru-baru ini diselesaikan melalui keputusan Mahkamah Agung yang menyatakan bahwa tanah tersebut kembali menjadi tanah negara. Menyusul keputusan ini, pemerintah daerah mengambil langkah-langkah untuk mengamankan klaimnya atas lahan tersebut.

“Jadi kami sekarang ke BPN nanti menginformasikan bahwa ini menjadi inkrah, menjadi tanah negara,” ujarnya.

Rencananya, untuk lahan tersebut meliputi upaya pembersihan awal dan penempatan kembali Dinas Pertanian yang sebelumnya menempati lokasi tersebut di sebelah utara, sedangkan Dinas Pendidikan telah berdiri SDN 1 Klatak.

“Yang pasti langkah awal, kita proses untuk atas haknya. Perlu diingat bahwa pemerintah daerah itu tidak punya hak milik, tetapi hak pakai,” jelasnya.

Kuasa hukum Pemkab Banyuwangi, Fitrul Uyun Sadewa S.H., memberikan konteks tambahan terhadap kasus ini. Dia menjelaskan bahwa meskipun sertifikat sebelumnya untuk tanah tersebut dibatalkan oleh Pengadilan Tata Usaha Negara, pembatalan ini hanya terkait proses administratif penerbitan sertifikat, bukan hak kepemilikan sebenarnya.

Sadewa lebih lanjut menjelaskan bahwa ketika pihak lawan mengajukan gugatan perdata mengklaim kepemilikan, gugatan mereka ditolak seluruhnya. “Pengadilan menemukan bahwa penggugat tidak dapat membuktikan bahwa tanah ini berasal dari hak asal-usul letter C atas nama mereka. Fakta hukum menyatakan bahwa tanah ini berasal dari tanah negara, dan Pemda menguasai ini sudah sejak tahun 70-an,” kata Sadewa merujuk putusan Mahkamah Agung Nomor: 198/Pdt.G/2022/Pn.Byw Jo 270/PDT/2023/PT SBY Jo 768/K/Pdt/2024.

Tanah yang disengketakan ini luasnya kurang lebih 1 hektar. Sadewa menjelaskan, ada dugaan salah objek dalam kasus ini. Dalam gugatannya, Ahli Waris Buang Manan mendasarkan bahwa ini berdasarkan persil nomor 211 atas nama Buang Manan. “Namun dalam fakta persidangan terungkap bahwa persil 211 atas nama Buang Manan itu luasnya hanya 8.000 meter persegi dan letaknya di sebelah timur objek sengketa. Sedangkan objek sengketa ini murni merupakan tanah negara,” tutupnya.

Di sisi lain, Ahli Waris Buang Manan bersikukuh berhak atas tanah sengketa tersebut berdasarkan putusan PTUN Nomor : 38/G/2009/SBY tanggal 5 Juni 2009; 133/B/2009/PT. TUN SBY tanggal 7 Desember 2009; 203/K/TUN/2010 tanggal 26 Agustus 2010; 68/PK/TUN/2013 tanggal 25 Juni 2013.

Kuasa hukum ahli waris Buang Manan, Saleh, S.H., mengatakan bahwasanya klaim penguasaan pihak Pemkab Banyuwangi berdasarkan putusan MA tersebut adalah ngawur. Menurutnya, dalam putusan MA tersebut tidak disebutkan pihak manapun untuk menguasai.

“Beda halnya dengan putusan dalam PTUN yang telah inkrah dan secara gamblang memenangkan pihak klien kami Ahli Waris Buwang Manan untuk pembatalan hak pakai Pemkab Banyuwangi atas lahan sengketa tersebut,” tegasnya.

Namun sayangnya, lanjut Saleh, ada dugaan kongkalikong antara instansi yang mengatur pertanahan dengan Pemkab Banyuwangi, sehingga membuat Ahli Waris kesulitan mengurus sertifikat hak milik atas tanah sengketa tersebut.

“Hal tersebut terlihat dalam Surat Keputusan Kepala Kantor Wilayah BPN Provinsi Jawa Timur Nomor 06/Pbt/BPN.35/2015 tertanggal 3 Maret 2015,” ungkapnya.

Menurut Saleh, surat keputusan yang seharusnya menjadi pelaksanaan putusan pengadilan, justru berisi klausul-klausul mencurigakan yang membuka celah bagi Pemkab Banyuwangi untuk tetap menguasai tanah yang disengketakan.

“Ini bukan sekadar kekeliruan administratif, tapi pengabaian hukum yang disengaja,” tegas Saleh. “Putusan Peninjauan Kembali Mahkamah Agung No. 68 PK/TUN/2013 yang sudah inkracht van gewijsde sengaja tidak dimasukkan sebagai dasar penerbitan surat keputusan. Ini jelas upaya sistematis untuk menguntungkan Pemkab Banyuwangi.”

Adapun kronologi kasus ini panjang dan berliku. Sejak 2009, ahli waris Buang Manan telah berjuang di pengadilan untuk membatalkan Sertifikat Hak Pakai No. 29 atas nama Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dan Sertifikat Hak Pakai No. 1 atas nama Dinas Pertanian Rakyat Kabupaten Banyuwangi. Perjuangan mereka berbuah manis dengan kemenangan di setiap tingkat peradilan, dari PTUN Surabaya hingga Peninjauan Kembali di Mahkamah Agung.

Namun, alih-alih melaksanakan putusan pengadilan dengan benar, BPN Provinsi Jawa Timur justru menerbitkan surat keputusan kontroversial. Surat keputusan tersebut memuat klausul yang seolah-olah masih membuka peluang bagi Pemkab Banyuwangi untuk mempertahankan kepemilikan tanah sengketa.

“Lihat saja diktum ketiga dan keempat surat keputusan itu. Mereka dengan terang-terangan menyatakan bahwa pembatalan Hak Pakai tidak serta merta memberikan hak keperdataan kepada pemenang perkara. Bahkan, mereka mewajibkan pengujian hak atas tanah melalui peradilan perdata. Ini jelas bertentangan dengan putusan MA yang sudah final dan mengikat,” tegas Saleh.

Leave a Reply

Your email address will not be published. Required fields are marked *

No More Posts Available.

No more pages to load.