Blitar, seblang.com – Puluhan massa dari Gerakan Pembaharuan Indonesia (GPI) menggelar unjuk rasa di depan Kantor Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kabupaten Blitar, Senin (29/01/2024).
GPI menuntut kepada Aparat Penegak Hukum (APH) untuk segera mengusut tuntas adanya dugaan tindak pidana korupsi pengadaan gedung baru di dinas PUPR.
Mereka juga mendesak akan melakukan penyegelan terhadap gedung baru tersebut untuk dikosongkan, dan tidak boleh salah satu pihak menggunakan gedung baru. Dikarenakan menurut GPI, anggaran pembangunan gedung baru sebagian adalah milik pihak lain.
Dugaan adanya praktek tindak pidana korupsi proyek pengadaan gedung baru di Dinas PUPR Kabupaten Blitar tahun anggaran 2020, diketahui GPI pada tahun 2021 saat mereka menggelar aksi serupa di depan kantor PUPR Kabupaten Blitar, namun hingga sekarang belum ada kejelasan.
Kepala Dinas PUPR Kabupaten Blitar, Dicky Cobandono, saat menemui para demonstran mengatakan, pada saat proses pembangunan gedung gadung tersebut, dirinya belum menjabat di dinas PUPR, tapi juga sudah dimintai keterangan oleh Polres Blitar.
“Sesuai yang disampaikan tadi, yang jelas ini bukan pada saat kami menjabat, tetapi bagaimanapun juga saat ini adalah kami yang menjabat. Dan terkait permasalahan ini saya juga sudah dimintai keterangan di Polres, mungkin nanti termasuk temen-temen yang pada saat itu menjabat,” ungkap Dicky.
Dicky juga mengatakan, pihaknya juga sudah mengosongkan dan tidak memakai gedung baru yang saat ini masih ada permasalahan yang perlu diluruskan. Ia berharap agar permasalahan segera selesai dan gedung bisa segera dimanfaatkan kembali.
“Gedung tersebut sudah kami kosongkan, berkas-berkas sudah kami tumpuk dan kami tata, yang jelas itu sudah tidak kami fungsikan. Mudah-mudahan permasalahan segera tuntas selesai, dan gedung bisa kita manfaatkan 100 persen untuk pelayanan masyarakat,” ujarnya.
Terpisah, Jaka Prasetya, Koordinator aksi membeberkan, pembangunan gedung di Dinas PUPR tahun 2020/2021 dengan anggaran 200 juta rupiah dengan sistem penunjukan langsung. Karena dirasa tidak cukup sehingga anggaran ditambah menjadi 300 juta rupiah.
“Namun penambahan anggaran dari 200 ke 300 juta ini keuangannya bukan berasal dari APBD tapi dari pihak pelaksana, sehingga ketika itu menjadi pihak pelaksana maka itu sebenarnya sebagian menjadi haknya pelaksana,” Jelas Joko, saat ditemui para wartawan.
Kalau pengadaannya di atas 200juta, sambung Joko, maka sistimnya harus lelang, dan ini sudah satu unsur melawan hukum terpenuhi. Dan untuk kerugian negara, BPK atau Inspektorat yang akan melakukan audit.
“Ketika anggaran untuk pelaksanaan pembangunan gedung di Dinas PUPR ini ada anggaran yang dari pihak lain maka jelas itu akan menyalahi Peraturan Pemerintah Nomor 28 tahun 2020 atas perbaruan nomor 27 tahun 2014,” sambungnya.
Lebih lanjut, Joko GPI menjelaskan sesuai dengan Peraturan Pemerintah yang mana, namanya barang milik daerah atau aset itu diperoleh melalui 5 Cara, pertama diperoleh dengan beban APBD didanai oleh beban APBD, kedua karena adanya hibah atau sumbangan atau yang sejenis, ketiga karena adanya pelaksanaan perjanjian atau kontrak, keempat karena peraturan perundang-undangan yang sedang berlaku, dan kelima adanya putusan pengadilan yang sudah memiliki kekuatan hukum tetap.
“Sehingga kalau misalkan perkara pembangunan gedung baru dinas PUPR ini mau dituntaskan akan sulit sekali karena apa kalau seandainya uang kekurangan 100 itu dipenuhi oleh pemerintah daerah maka harus ada penyerahan dari pihak ketiga yang anggarannya digunakan untuk pembangunan ini baru bisa disebut sebagai apa barang ini milik daerah tapi kalau hanya terpenuhi kekurangan daripada 100 itu maka barang ini tetap menjadi barang bersengketa,” tandas Joko GPI.