Banyuwangi, seblang.com – Banyuwangi memiliki berbagai macam ritual adat tradisi seni dan budaya. Masyarakat di sekitar Kawasan Gunung Ijen masih setia dan menjaga, memelihara dan melestarikan tradisi seni bela diri “Pencak Sumping”, yang tumbuh dan berkembang di kabupaten yang berada diujung timur Pulau Jawa ini.
Setiap Hari Raya Idul Adha atraksi Seni Pencak Sumping yang merupakan tradisi yang dilestarikan lintas generasi masyarakat dusun Mondoluko, desa Tamansuruh, kecamatan Glagah, Banyuwangi menjadi destinasi wisata yang rutin digelar setiap tahunnya, seperti yang ditampilkan pada Kamis (29/06/2023).
Atraksi Pencak Sumping digelar dengan iringan musik tradisional dengan irama yang rancak. Penampilan Pencak Sumping diikuti oleh para pendekar silat mulai anak-anak, remaja dewasa hingga yang lanjut usia. Mereka menampilkan jurus-jurus pencak silat dengan tangan kosong maupun dengan senjata dengan terampil dan lincah.
Tradisi Pencak Sumping tidak terlepas dari cerita asal muasal dusun Mondoluko. Dimana zaman penjajahan Belanda, Buyut Ido terluka (luko) sampai terkoyak (modol-modol), hingga akhirnya mendasari penamaan dari Dusun Mondoluko.
Warga dusun Mondoluko mulai anak-anak, remaja hingga lanjut usia baik laki-laki maupun wanita sampai dengan saat ini tetap setia menjaga memelihara dan melestarikan pencak silat sebagai bela diri warisan leluhur yang dipelajari oleh warga.
Salah seorang pelestari Seni Pencak Sumping, Rahayis, mengungkapkan, nama Pencak Sumping sendiri, diambil dari suguhan yang disajikan pada masa itu yang mengiringi para pendekar saat berlatih.
“Sumping merupakan makanan tradisional yang terbuat dari pisang berbalut adonan tepung yang dikukus, didaerah lain dikenal dengan nama kue Nagasari,” kata Rahayis.
Sumping menjadi suguhan kepada para tamu undangan yang datang saat acara. Bahkan saat atraksi tanding dua pendekar silat, sumping juga digunakan untuk alat atau sarana pengakuan kemenangan lawan.”Biasanya pendekar yang menang akan menyumpal mulut lawan yang kalah dengan kue sumping,” imbuh Rahayis.
Dusun Mondoluko tidak memiliki kesenian barong atau gandrung seperti di daerah lain. Akhirnya, Pencak Silat yang diiringi dengan musik-musik tabuhan inilah sebagai hiburan warga pada rangkaian selamatan desa tersebut.
Tradisi tahunan Pencak Sumping ini digelar beriringan dengan tradisi kenduri bersih desa (Ider Bumi) warga setempat. Selamatan ini berlangsung setiap Idul Adha dimana warga melakukan ritual Ider Bumi dan mengumandangkan adzan serta membaca istighfar (permohonan ampun kepada Allah) sambil keliling desa.
Sementara itu, PLH. Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Banyuwangi Choliqul Ridho mengatakan, atraksi bela diri Pencak Sumping ini merupakan bagian dari kekayaan tradisi Banyuwangi yang perlu dilestarikan kepada anak cucu kita.
“Tradisi ini juga istimewa, karena merupakan seni bela diri yang dikemas dalam atraksi pertunjukkan yang unik yang tentunya tidak ada di daerah lain. Dengan simbolis kue sumping sebagai kemenangan dari si pendekar tersebut, membuat tradisi seni pencak silat ini semakin menarik,” ujar Ridho.
Tak hanya itu, dalam tradisi ini juga dihadiri Paguyuban Kampung Pencak Silat Glagah yang baru dibentuk. Mereka menghadiri tradisi Pencak Sumping dari beberapa organisasi seperti Persaudaraan Setia Hati Terate (PSHT), Ikatan Keluarga Silat Putra Indonesia (IKSPI) Kera Sakti, PS Pagar Nusa dan PS Cempaka Putih./////