Madiun, seblang.com – Seorang pasien meninggal dunia dua jam setelah meninggalkan rumah sakit, lantaran ditolak untuk berobat. Rumah sakit yang menolak pasien, Rumah Sakit Paru Manguharjo, (RSPM), Jalan Yos Sudarso, Madiun Kota itu menolak pasien tersebut beralasan sudah penuh pasien.
Pihak keluarga pasien kecewa atas penolakan tersebut, pasalnya sang pasien saat itu sudah dalam keadaan kritis. Terenggutnya nyawa pasien saat pihak keluarga berusaha meminta pengobatan ke rumah sakit lain, RSUD Dolopo.
“Di RSUD Dolopo keluarga kami (pasien) diterima dan sempat menjalani perawatan. Namun dua jam kemudian meninggal dunia,” tutur Tri, salah seorang keluarga pasien, kepada wartawan, Rabu (03/02).
Dipaparkan lebih lanjut Tri yang merupakan anak ke tiga pasien bernama, Harsini, 63 tahun, warga Jalan Nitinegoro nomor 14, Madiun Kota, pada Selasa (19/01) ibunya mengeluh sakit lambung dan muntah. “Sudah satu minggu ibu saya tidak mau makan. Kalau makan selalu muntah,” ucap Tri lagi.
Awalnya, sesuai penuturan Tri, pasien dibawa berobat ke Puskesmas Yepa Husada yang tak jauh dari rumahnya. Di klinik itu keluarga pasien disarankan membawanya ke rumah sakit, lantaran pihak Puskesmas setempat tidak memiliki perlengkapan memadai.
Namun, rasa kecewa keluarga pasien terulang kembali di rumah sakit lain yang hendak dimintai tolong pengobatan. Yakni RSPM, yang menolak merawat pasien, dengan alasan pasien di rumah sakit tersebut telah penuh.
Sebelum akhirnya meninggal dunia dalam perawatan di RSUD Dolopo, setelah ditolak RSPM, sambil menunggu hasil swab tes, pasien sempat menjalani tes rapid yang menunjukkan hasil reaktif. Meskipun hasil swab tes, setelah pasien meninggal dunia terbukti negatif. Namun prosesi pemakaman pasien terlanjur dengan perlakuan layaknya pasien Covid-19.
“Saat para tetangga diundang selamatan kematian pasien itu, juga tidak ada yang datang. Karena katanya kena Covid-19,” tutur pria penjual tahu tek tek, tetangga pasien.
Sementara pihak RSPM saat dikonfirmasi wartawan menjelaskan, pasien ditolaknya pasien tersebut disebabkan karena ruang perawatan RSPM sudah dipenuhi pasien.
Namun, petugas RSPM yang berada di UGD itu tidak bisa menjawab, apa maksud registrasi dan pemberian obat bagi pasien bila akhirnya ditolak.
“Sebenarnya yang kami sesalkan itu, mengapa kalau akhirnya ditolak, kok pihak RSPM meregistrasi identitas ibu saya? Malah diberi obat oleh pihak RSPM segala?,” ujar Tri keheranan.
Kebingungan pihak keluarga atas penanganan RSPM yang dipandang tidak profesional tersebut, akan dilaporkan keluarga pasien meninggal ke Ikatan Dokter Indonesia (IDI).
“Saya akan pelajari. Penolakan pasien setelah dilakukan registrasi itu apakah masuk kategori malapraktik. Jika iya, pasti ke IDI,” ucap Hengki, pengacara keluarga pasien.
Wartawan : Anwar Wahyudi