Terkait pemasaran hasil produksinya, Rudi mengaku tidak menjadikan masalah. Pasalnya, setiap hari sudah banyak pedagang di areal Madiun dan Ponorogo yang mengambil. Meski demikian, dia mengaku belum berani melakukan ekspansi pemasaran ke kota lain seperti Magetan, Ngawi dan Pacitan.
Lantaran, katanya, situasi menyangkut fluktuasi harga bahan baku maupun yang terkait Covid-19, untuk ke arah sana belum memungkinkan. “Jika tidak hati hati bisa bangkrut, Mas,” jelasnya.
Terlepas dari pasang surutnya berwira usaha, Rudi mengaku bersyukur atas jalan usaha yang dia tempuh saat ini. Disaat perekonomian payah ini, Rudi masih mampu berdayakan 15 karyawan dengan upah sebesar Rp. 1.8 juta per bulan.
Selain berdayakan karyawan, UD ‘Tahu Sari Taqwa’ juga prioritaskan faktor keamanan dan dampak lingkungan. Ketel yang digunakan Rudi memiliki ketebalan 16 mm, kuatnya material bahan dianggapnya mampu meminimalisir kemungkinan terburuk, yakni meledak.
Mengenai limbah yang dihasilkan, Rudi telah mendesign IPAL dengan baik dan melakukan pengecekan berkala. Hasil laboratorium juga menunjukkan limbah yang dihasilkan tidak berpotensi pencemaran.
“Limbah kami aman mas, sudah lolos uji lab, sungai di belakang pengolahan tiap hari juga ada pemancing, ikannya besar-besar,” imbuhnya.
Terakhir, dalam kondisi serba belum pasti seperti ini, Rudi mengaku belum berani mengembangkan usahanya lebih jauh dan besar. “Insya Allah, jika semuanya sudah kembali normal, usaha akan kami kembangkan,” tutupnya.
Wartawan : Anwar Wahyudi











