Masyarakat menengah ke bawah sangat terimbas pandemi Covid-19 akibat pembatasan-pembatasan. Pendapatan dan daya beli masyarakat anjlok, namun pemenuhan kebutuhan dasar malah akan dipersulit dengan pengenaan pajak.
Bernat menekankan bahwa upaya membebaskan masyarakat dari Covid-19 bukan satu-satunya tujuan. Masih ada lagi ujian hidup bagi rakyat, yakni selamat dari kesulitan ekonomi.”Masyarakat bisa lolos dari kematian akibat terpapar virus Corona, tapi akhirnya justru menjadi korban akibat tekanan ekonomi,” tegasnya.
Pihaknya khawatir, pemberlakuan pajak pada sembako berdampak pada lambannya pergerakan ekonomi di daerah. Apabila hal tersebut terjadi, masyarakat di daerah akan semakin sulit memenuhi kebutuhan dasar untuk mendapatkan pendidikan dan harga sembako yang terjangkau. Belum lagi, sampai dengan saat ini masih banyak masyarakat yang terpaksa harus kehilangan pekerjaan wabah pandemi Covid 19.
Bernat menegaskan pemerintah pusat idealnya mampu mencari sumber pendapatan lain untuk mendongkrak pendapatan pajak. Bukan dengan menjadikan sembako dan sektor pendidikan dalam penerimaan pajak.“ Sembako ini urusannya dengan hajat hidup masyarakat kecil. Kalau dikenakan pajak, secara otomatis akan memicu terjadinya kenaikan harga,” kritiknya lagi.
Yang tidak kalah penting, sebaiknya pemerintah melakukan evaluasi secara menyeluruh dan total terkait pelaksanaan program bantuan sosial seperti; Progran Keluarga Harapan (PKH), Bantuan Pangan Non Tunai (BPNT) dan bantuan sosial lain yang disinyalir banyak terjadi penyimpangan di lapangan.
“Seharusnya Kementrian Sosial RI , Dinas Sosial Provinsi dan Dinas Sosial kabupaten/kota melakukan upgrade data secara berkala sekaligus sebagai evaluasi penilai layak atau tidak warga menerima bantuan sosial tersebut agar benar-benar tepat sasaran. Dan ada efisiensi dan efektifitas penggunaan anggaran,” pungkas Bernat.
Wartawan : Nurhadi












