“Dulu itu bilangnya pemutihan sertifikat. Saya bayar Rp. 1.700.000.00. Uang ini lo nak hasil patungan. Tapi setelah dibayar dapatnya hanya surat ini. La dulu katanya bisa digunakan untuk pinjaman di bank. Sampai ‘kepeles‘ saya, katanya surat ini tidak ada kaitannya,” kata Maryam, Rabu (15/21).
Dari keterangan dia warga ini, Kepala Dusun Pekiringan Sumarno mengatakan waktu itu dia door to door ke rumah warganya menyosialisasikan surat tanah tersebut. Namun dia menampik kedatangan ke warga jika yang ia sosialisasikan bukan pembuatan sertifikat tanah, melainkan akta tanah dengan biaya sebesar Rp. 1.700.000,00.
“Bukan sertifikat. Biaya itu untuk pembuatan akta tanah,” jelas Sumarno, saat dikonfirmasi di kediamannya, Rabu (15/21) sore.
Dia mengatakan, dasar dia mendata warganya karena dapat perintah dari kepala desa yang kemudian ia jalankan ke masyarakat. Saat dikonfirmasi soal dana, ia mengaku dana pengurusan itu dia yang menerima. Dan ketika dikonfirmasi terkait program apa terkait pendataan di warganya dia mengaku tidak tahu.
“Warga membayar pengurusan surat tanah itu ke saya. Memang tidak diberi tanda terima. Kalau itu program apa, saya tidak tahu. Yang jelas saya dapat perintah kemudian saya jalankan ke warga,” urainya.
Diberitakan sebelumnya, Jumat (10/21) Setyo, warga Dusun Semalang Desa Sumbersari, dan beberapa warga Desa Sumbersari, mengadukan pengurusan sertifikat tanah ke Mapolresta Banyuwangi. Dia mengadu lantaran usai membayar dana pengurusan dari Tahun 2016, hingga saat ini tak kunjung terealisasi.
Pernah juga dia menanyakan terkait kelanjutan surat itu, malahan dirinya suruh bayar lagi sekitaran Rp 4 sampai 5 juta jika surat akta dari PPATS itu dilanjutkan ke sertifikat. Karena dia tak punya dana, kemudian dia tak meneruskan surat itu ke sertifikat.
“Dulu itu bayar Rp. 1.700.000 dapatnya sertifikat,” jelas Setyo, saat mengadukan dugaan kasus tersebut ke Mapolserta Banyuwangi.












