Sehingga, Ia tidak dapat memenuhi kualitas buah naga saat musim maupun di luar musim sepanjang tahun yang disebabkan oleh suplai listrik tidak maksimal untuk pencahayaan tanaman.
“Akibatnya petani tak mampu memenuhi permintaan pasar. Saat ini petani hanya mampu memenuhi 50% dari permintaan buah naga dengan mengeluarkan biaya listrik sebesar 4,800,000 per bulan,” terangnya
Oleh karena itu, teknologi solar cells diterapkan untuk sedikit mengurangi ketergantungan petani buah naga terhadap suplai listrik dari PLN. Secara teknis penerapannya pun tergolong sederhana.
“Seperti di lahan milik Bambang Diakrip empat buah instalasi panel surya 250 WP dipasang di atap gazebo (lahan 1), dan satu panel surya 500 WP dipasang di atap gazebo (lahan 2),” kata pria kelahiran Tegaldlimo itu.
Kemudian, panel surya dikonversi dengan inverter tiga fasa untuk menyuplai beban lampu. Beban lampu dikendalikan oleh solar charge controller maximum power point tracking (SCC MPPT) untuk tegangan output yang dibutuhkan beban. Sedangkan pengisian panel surya disimpan pada baterai 12 volt. Lampu yang digunakan adalah 170 buah lampu dengan daya masing-masing lampu adalah 10 watt.
“Dengan penggunaan sollar cells, biaya operasional listrik mampu ditekan, hingga sebesar Rp 1,400,000 per bulan. Ekonomi petani meningkat sebesar 95% yang akibat adanya peningkatan panenan. Dengan rata-rata panen musim atau di luar musim adalah 13-15 ton,” jelasnya.//












