Salah seorang peserta, Fitri Handayani mengungkapkan rasa bangga terhadap para millenial yang sedang mengikuti kegiatan ini. Bagi dia melantunkan tembang naskah kuno merupakan upaya untuk memelihara, menjaga dan melestarikan warisan budaya yang luhur..
“Saya harap, dengan adanya kegiatan ini, akan banyak kalangan muda yang tertarik untuk mempelajari mocoan atau semacamnya, khususnya Babad Tawangalun,” jelas Fitri.
Acara yang dibingkai tema “Merajut Kebhinekaan Dalam Bingkai Manuskrip Kuno,”’ tersebut diikuti 40-an orang dari kelompok penembang.
Pegiat pelestari naskah kuno, Wiwin Indiarti, menjelaskan, tradisi pelantunan tembang naskah kuno ini sesuai tradisi lokal budaya di masing-masing daerah.”Di Banyuwangi, dalam menyebut naskah kuno adalah lontar meskipun bukan berarti naskahnya tertulis di daun lontar,” jelas Wiwin.
Acara juga dihadiri para seniman dan budayawan Banyuwangi termasuk Ketua Dewan Kesenian Blambangan (DKB) Banyuwangi, Hasan Basri tersebut dengan selamatan dengan menu tumpeng pecel pitik itu kemudian dilanjutkan diakhiri dengan pelantunan tembang Babad Tawangalun yang dibawakan dalam 4 bahasa (Osing, Madura, Jawa dan Bali) secara bergiliran. //












