“Tentunya kami berkelanjutan melakukan konservasi ini.Penyu yang ada disini adalah jenis penyu Lengkang. Sekarang di tempat penakaran tukik masih ada 700 ekor tukik yang siap untuk di lepas liarkan.Tapi bulan-bulan kemarin pantai kami kena abrasi yang menghancurkan bangunan penakaran sarang telur. Sarang yang kami tangkar juga disapu hanyut dibawa arus air laut,” katanya.
Muhyi melanjutkan,untuk perkembangan selanjutnya seusai abrasi tempat penakaran ia betulkan sekedarnya agar bisa menangkar lagi. “Untuk pemantauan penyu kelompok kami siaga mengawasi tiap malam di pantai secara bergantian,” ujarnya.
Penetasan penyu disini hampir 80% hidup. Siklus penetasan di sini setiap tahunnya semakin berkembang. Tahun2014 mereka mencoba 101 telur menetas 89, tahun 2015 telur 1300 butir menetas 900, tahun 2016 telur 2000 butir menetas 1650, tahun 2017 telur 4500 butir menetas 4300, tahun 2018 telur 3250 butir menetas 3150 dan 2019 telur 5058 butir menetas 4224.Untuk tahun 2020 tempat penangkarannya hancur terkena abrasi.
“Untuk data pelepas liaran kelompok kami pada tahun 2014 melepas 80 ekor, 2015 melepas 850 ekor, 2016 melepas 1500 ekor,2017 melepas 4000 ekor,2018 melepas 3000 ekor dan 2019 melepas 4058 ekor. Pelepas liaran tukik kami lakukan di bulan agustus dan September,” lanjutnya.
Sebelum masa pandemi covid 19, tempat konservasi itu ramai dikunjungi wisatawan lokal maupun mancanegara untuk melihat dan belajar tentang tata cara penangkaran dan pembesaran. Selain wisatawan juga ada mahasiswa dari beberapa kampus yang datang untuk belajar tata cara penangkaran dan pembesaran penyu yang benar. “Di sini selain konservasi penyu kami juga lakukan konservasi dan pembibitan mangrove dan cemara udang,” imbuhnya. (gda)










