Ritual diawali dengan mendoakan Ithuk (nasi lengkap dengan lauk pecel pitik), yaitu ayam panggang suwir yang dibumbui parutan kelapa yang dicampu dengan bumbu pecel. Makanan ini kemudian diarak kampung dalam prosesi budaya yang diiringi kesenian Barong Cilik Sukma Kencana, Kuntulan Putri Kembar dan Sanggar Nampani.
Para remaja putri dan wanita dari beberapa dusun berbaris rapi berjalan beriringan sambil membawa Ithuk menuju arah timur untuk dibagikan ke warga. Kemudian berputar ke barat menuju lokasi sumber mata air. Di lokasi tersebut seluruh peserta bersama-sama menyantap hidangan sebagai simbol kekeluargaan, kebersamaan dan ungkapan rasa syukur.
Tradisi Ithuk-Ithukan yang telah diwariskan sejak tahun 1617 ini juga menjadi ajang mempererat silaturahmi antarwarga. Warga yang berhalangan hadir karena sakit pun tetap menerima ithuk yang diantarkan langsung ke rumah mereka, menunjukkan kuatnya nilai kebersamaan dalam budaya masyarakat Rejopuro.
Dengan tetap terjaga dan dilestarikanya Tradisi Ithuk-Ithukan, masyarakat Oesing Rejopuro membuktikan bahwa ritual tradisi, kearifan lokal dan nilai spiritual bisa terus hidup dan relevan di tengah perkembangan zaman yang cepat.












