Mojokerto, seblang.com – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sebagai pengelola Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terus memastikan keberlanjutan pelayanan kesehatan bagi seluruh peserta. Salah satu kuncinya adalah penerapan sistem pembiayaan yang efektif kepada fasilitas kesehatan (faskes).
Dalam penyelenggaraannya, BPJS Kesehatan menggunakan dua sistem pembayaran utama, yaitu kapitasi dan Indonesian Case-Based Groups (INA-CBGs).
Kepala BPJS Kesehatan Cabang Mojokerto, Elke Winasari, menjelaskan bahwa sistem kapitasi diterapkan pada Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama (FKTP) seperti puskesmas, klinik, dan Tempat Praktik Mandiri Dokter (TPMD). Dana kapitasi dikelola oleh FKTP untuk membayar jasa pelayanan kesehatan serta mendukung biaya operasional.
“Kapitasi adalah pembayaran rutin setiap bulan yang diberikan di muka kepada FKTP berdasarkan jumlah peserta JKN aktif yang terdaftar di faskes tersebut. Dana ini digunakan untuk pelayanan medis, obat-obatan, hingga program promotif dan preventif,” jelas Elke, Selasa (7/10).
Ia menambahkan, pembayaran kapitasi tidak bergantung pada frekuensi kunjungan peserta, melainkan pada jumlah peserta JKN aktif di FKTP tersebut. Dengan demikian, faskes tetap menerima pembayaran rutin sesuai jumlah peserta yang menjadi tanggung jawab pelayanannya.
Besaran tarif kapitasi juga telah diatur melalui Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 3 Tahun 2023. Sistem ini dinilai memberikan kepastian pendapatan bagi FKTP sehingga dapat fokus memberikan layanan terbaik.
“Dengan kapitasi, FKTP terdorong menjaga kesehatan masyarakat melalui upaya promotif preventif. Karena semakin sehat peserta, maka pelayanan medis bisa ditekan,” terangnya.
“Tarif kapitasi untuk puskesmas berkisar Rp3.600–Rp9.000 per peserta per bulan. Klinik pratama atau rumah sakit kelas D antara Rp9.000–Rp16.000. Praktik dokter layanan primer menerima Rp8.300–Rp15.000, sedangkan praktik dokter gigi Rp3.000–Rp4.000,” tambahnya.
Sementara itu, untuk pelayanan di Fasilitas Kesehatan Rujukan Tingkat Lanjut (FKRTL) seperti rumah sakit, BPJS Kesehatan menggunakan sistem INA-CBGs, yaitu pembayaran berdasarkan paket layanan sesuai diagnosis dan prosedur medis tertentu.
“Sederhananya, INA-CBGs adalah pembayaran klaim kepada rumah sakit berdasarkan kelompok kasus penyakit. Misalnya pasien usus buntu, sudah ada paket tarifnya yang mencakup operasi, obat, rawat inap, dan seluruh tindakan medis,” jelas Elke.
Salah satu peserta JKN, Nur Laili (42), warga Kecamatan Mojosari, Mojokerto, merasakan langsung manfaat sistem pembiayaan yang diterapkan BPJS Kesehatan. Ia menjalani operasi usus buntu di RSUD dr. Soekandar dan seluruh biayanya ditanggung oleh BPJS Kesehatan.
“Kalau dihitung, biaya operasi dan rawat inap bisa puluhan juta. Tapi karena pakai BPJS, semuanya ditanggung. Saya tidak keluar biaya sepeser pun,” ujarnya.
Nur mengaku pelayanan yang diterimanya cepat dan tertata. Tenaga medis juga sigap memberikan perawatan hingga proses pengobatan selesai. Ia mengimbau peserta JKN lain agar selalu aktif membayar iuran demi keberlangsungan program.
“Yang penting kita aktif membayar iuran. Berdasarkan pengalaman saya, BPJS Kesehatan benar-benar membantu, apalagi untuk tindakan besar seperti operasi,” pungkasnya.(rh)