Puncaknya terjadi pada 25 Juni 2025, datang undangan rapat evaluasi dari Asisten Perekonomian dan Pembangunan, Dwi Yanto, ternyata berubah jadi pemaksaan relokasi ke Jalan A. Yani.
Tanpa kajian, tanpa musyawarah, dan tanpa kejelasan, pelapak disodori layout CFD baru. Taman Blambangan disebut akan “direvitalisasi”, tetapi di lapangan tidak ada papan nama proyek, tidak ada peta zonasi, dan tidak ada roadmap ekonomi.
BCM merasa bukan lagi didampingi, tetapi digiring. Karena itu, mereka mengadu ke Rumah Kebangsaan Basecamp Karangrejo (RKBK), yang dikomandani Hakim Said, untuk mendapatkan advokasi hukum dan perlindungan sosial.
BCM juga mengajukan permohonan Rapat Dengar Pendapat (RDP) ke DPRD Banyuwangi, berharap para wakil rakyat masih punya telinga dan hati.
“Kalau revitalisasi memang baik, kenapa harus menggusur pelapak yang sudah bertahun-tahun mandiri, bukan membebani APBD? Kalau mau membentuk zona ekonomi baru, ya paralel, bukan penggusuran,” ujar Rachmad Hidayat, Ketua BCM.
BCM tetap keukeuh pada semboyan mereka; “Nang Kene Wae!”
Karena di sinilah rakyat berdagang, roda perekonomian bergerak, tumbuh dan berkembang serta menjadi harapan hidup bernama UMKM dan pelaku ekonomi kreatif dibangun dengan keringat dan air mata bukan proposal./////











