Ajib juga menyoroti kebutuhan revitalisasi sektor padat karya sebagai strategi jangka panjang membangun daya saing nasional. “Kita masih high cost economy, itu membuat barang dan jasa kita kompetitifnya rendah,” ujarnya.
CEO PT Oxytane Mitra Indonesia, Syofi Raharja, turut mendorong pelaku usaha untuk menjelajah pasar nontradisional, termasuk di Afrika dan Asia. Perusahaannya, yang memproduksi solusi pengurang emisi karbon, telah menembus pasar di kedua wilayah tersebut.
Ia juga mendesak pemerintah memperbaiki regulasi guna mendukung upaya perluasan pasar. “Kita perlu tingkatkan daya saing produk Indonesia. Selama itu bagus, tidak akan ada masalah ketika dinamika perdagangan global seperti perang tarif ini terjadi,” ucapnya.
Ekonom Strategic ASEAN International Advocacy & Consultancy (SAIAC), Shaanti Shamdasani, melihat perang dagang sebagai momentum untuk mengurangi ketergantungan Indonesia terhadap pasar AS. Ia menilai, Indonesia sudah memiliki sumber daya memadai untuk bertahan dan perlu lebih agresif menjajaki pasar baru. “Kenapa kita harus fokus ke Amerika Serikat? Indonesia itu sudah oke, punya sumber daya untuk survive,” katanya.
Shaanti juga menilai, kebijakan tarif AS bisa menjadi pendorong perbaikan jangka panjang dalam struktur perdagangan nasional. “Apa yang dialami Indonesia saat ini seharusnya terjadi 10 tahun lalu, benahi ketergantungan impor dan buat rencana alternatif substitusi impor,” ujarnya.
Konferensi NTV Insight merupakan bagian dari program Nusantara TV untuk berkontribusi dalam pembahasan isu strategis sektor ekonomi dan bisnis nasional. Acara ini terselenggara berkat dukungan sejumlah mitra, termasuk Oxytane dan Pegadaian.











