Lebih lanjut, Agus menjelaskan bahwa Perpusnas tengah gencar mendokumentasikan dan mengamankan manuskrip kuno sebagai upaya memperkuat identitas keindonesiaan. Menurutnya, dokumentasi naskah-naskah kuno ini menjadi catatan penting dalam sejarah bangsa.
Bupati Banyuwangi, Ipuk Fiestiandani, menyampaikan apresiasi atas masuknya naskah kuno asal Banyuwangi ke dalam Ikon. Ia menegaskan komitmen Pemerintah Kabupaten Banyuwangi dalam melestarikan kekayaan seni, budaya, dan literasi daerah, termasuk manuskrip-manuskrip kuno.
“Selain Lontar Sritanjung, Banyuwangi memiliki beberapa manuskrip kuno lainnya seperti Lontar Yusup, Babad Tawangalun, serta sejumlah kitab berparateks yang kaya akan nilai sejarah dan pengetahuan,” tutur Ipuk. Ia menambahkan, “Kami rutin menggelar Festival Kitab Kuning untuk mengangkat khazanah dan merestorasi keilmuan para ulama Banyuwangi. Cerita dan sejarah Banyuwangi yang terkandung dalam naskah kuno juga kami angkat dalam berbagai festival sebagai upaya pelestarian, terutama bagi generasi muda.”
Ipuk berharap penetapan Lontar Sritanjung sebagai Ikon akan menarik minat para peneliti dan penggiat kajian manuskrip untuk berkunjung dan melakukan studi di Banyuwangi. Hal ini diharapkan dapat semakin memperkaya pemahaman dan apresiasi terhadap warisan budaya daerah ini. (*)











