Oleh : Abd. Rahman Saleh Dosen Universitas Ibrahimy Sukorejo
Pemilihan Kepala Daerah di pemilihan kepala daerah serentak di tahun 2024 sudah didepan mata. Tahapan demi tahapan sudah berjalan. Mulai dari pendaftaran calon, penetapan calon dan sampai kepada tahapan kampanye dan pelaksanaan kampanye.
Saat ini ramai publik membicarakan dan menyoal anggota DPRD yang menjadi tim kampanye dalam pemenangan calon peserta kontestasi di Pilkada. Anggota DPRD yang menjadi tim kampanye dan melakukan kampanye banyak disoal dan disorot, kebanyakan anggota DPRD tidak melakukan cuti untuk menjadi tim kampanye dan dalam melakukan kampanye tidak melepas atributnya sebagai anggota DPRD.
Bagaimanapun anggota DPRD merupakan kepanjangan tangan Partai Politik yang mendudukkan mereka menjadi anggota DPRD. Tidak lepasnya posisi anggota DPRD dari partai politik, berangkatnya menjadi anggota DPRD tentu melalui perahu partai politik. Ketika memasuki musim kampanye di pemilihan kepala daerah serentak banyak anggota DPRD menjadi motor penggerak menjadi tim pemenangan pasangan calon gubenur , bupati dan atau walikota.
Hal ini adalah wajar dan masuk akan secara konstitusi. Berangkatnya calon gubenur, bupati dan wali kota menjadi calon atau peserta kontestasi di pilkada diukur dengan perolehan kursi di DPRD dan diukur melalui perolehan suara partai politik di pemilu.
Persoalan anggota DPRD menjadi anggota tim pemenangan dan atau tim kampanye calon sebenarnya regulasi yang mengaturnya sudah jelas. Ada aturan hukum dan payung hukum yang memagari anggota DPRD boleh melaksanakan kampanye dan menjadi tim pemenangan kampanye di pilkada.
Ada Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 13 Tahun 2024, di dalamnya juga mengatur tentang kampanye di pilkada. Pada pasal 53 ayat 1 mengatur bahwa gubenur dan wakil gubenur, bupati dan wakil bupati , walikota dan wakil walikota , pejabat negara lainnya serta pejabat daerah dapat dan boleh ikut menjadi tim pemenangan dan boleh melakukan kampanye di pemilihan kepala daerah. Akan tetapi ada syarat yakni melakukan cuti kampanye diluar tanggungan negara/daerah sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Bahkan dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 menyebutkan anggota DPRD Kabupaten atau kota adalah merupakan pejabat daerah. Juga dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada pada pasal 71 ayat (1) disebutkan bahwa Pejabat Negara, Pejabat Daerah, Pejabat Aparatur Sipil Negara anggota TNI dan Polri dan kepala desa atau sebutan lain yakni lurah dilarang membuat keputusan dan atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon.












