Rebaiyah, yang mulai menekuni pembuatan kue klemben sejak awal tahun 2000-an, kini memproduksi 2 hingga 5 kilogram kue setiap harinya untuk memenuhi pesanan. “Alhamdulillah. Pesanan semakin banyak, terutama menjelang hari-hari besar. Setiap minggu kami rutin menjualnya di pasar kuliner Desa Kemiren,” tutur Rebaiyah dalam bahasa Osing yang kental.
Permintaan kue klemben melonjak drastis selama bulan Ramadan. “Selama Ramadan, dalam satu kali produksi bisa mencapai 10 kg untuk persiapan Hari Raya,” tambahnya.
Keunikan kue klemben buatan Rebaiyah terletak pada penggunaan gula aren dan metode pemanggangan tradisional. Ia menggunakan oven tungku bengahan yang ditutup dengan besi dan sabut kelapa yang dibakar, memberikan cita rasa asli yang khas. Rebaiyah juga berinovasi dengan menambahkan varian rasa seperti keningar, vanili, dan jahe.
Berkat bantuan pemerintah daerah, usaha Rebaiyah kini telah memiliki sertifikasi halal dan PIRT, menjamin legalitas produknya. Hal ini membuka peluang pemasaran yang lebih luas, dengan kue klemben buatannya kini tidak hanya dijual di Banyuwangi, tetapi juga dikirim ke luar kota seperti Bali dan Kalimantan sebagai oleh-oleh khas Banyuwangi.
Keberadaan kue klemben tidak hanya menjadi simbol kuliner tradisional, tetapi juga menjadi bukti ketahanan budaya dan kreativitas masyarakat Osing dalam mempertahankan warisan leluhur di tengah arus modernisasi. (*)












