“Kemarin dengan dua kapal mampu mendapatkan penghasilan sekitar Rp 17 Milyar. Kalau punya 10 kapal berapa pendapatan yang didapat ? Bisa mewah dan makmur Banyuwangi ini,” pungkas H Nauval.
Seperti diberitakan sebelumnya beberapa fraksi yang ada di DPRD Banyuwangi kembali menyorot keseriusan pemerintah dalam menangani kasus PT PBS dilakukan sejak tahun 2016 seperti yang disampaikan dalam rapat paripurna DPRD Banyuwangi dengan agenda penyampaian Pemandangan umum fraksi atas diajukannya Rancangan Peraturan Daerah Tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD kabupaten Banyuwangi Tahun Anggaran 2022 di Ruang Rapat Paripurna DPRD Banyuwangi pada Jumat (23/06/2023) lalu.
Permasalahan tersebut mengundang perhatian dan tanggapan dari Koordinator LSM Aliansi Rakyat Banyuwangi (ARB) Banyuwangi, Hariyanto yang akrab disapa Cemeng .
Menurut Cemeng, pihaknya meminta supaya pemerintah Kabupaten (Pemkab) Banyuwangi berani mengambil sikap tegas kepada direktur PT Pelayaran Banyuwangi Sejati (PBS) Wahyudi untuk mempertanggungjawabkan keuangan perusahaan yang mengoperasikan kapal Sritanjung milik rakyat Banyuwangi.
Sebagai PDI Perjuangan yang selalu ingat dan diajarkan untuk tidak melupakan sejarah atau jangan melupakan sejarah (Jasmerah) pembelian kapal Sritanjung merupakan ide brilian dari bupati Banyuwangi almarhum yang berupaya mendapatkan manfaat optimal dengan adanya pelabuhan penyeberangan dari ujung timur pulau Jawa tersebut.
Penyeberangan Ketapang – Gilimanuk Bali yang merupakan salahsatu potensi untuk mendapatkan pendapatan asli daerah (PAD) yang cukup menjanjikan.
Terbukti banyak perusahaan penyedia jasa penyeberangan di Banyuwangi yang mampu memiliki kapal lebih dari satu.”Justru PT PBS yang merupakan milik Pemkab Banyuwangi justru mengalami kerugian. Hal ini menjadi tanda tanya besar dari rakyat,” ujar Cemeng melalui sambungan HP pada Minggu (25/06/2023).////











