“Konsepnya ini memang (kita) didukung oleh Pupuk Indonesia, minta dibikinkan kostum untuk tampil di JFC. Kita memakai karung bekas pupuk untuk dijadikan busana,” sambungnya menjelaskan.
Karyanya tersebut, mengandung makna dan tema, serta arti tertentu. “Hasil desain kita, memiliki value tersendiri. Selain itu juga memberikan manfaat untuk pertanian, membantu kesuburan dan kemakmuran terhadap tanaman,” ungkapnya.
Untuk proses pengerjaannya, kata Manu, membutuhkan waktu kurang lebih dua bulan. Hingga kemudian dapat menjadi busana jadi bagi 20 orang talent yang diperagakan di JFC Artwear.
“Kenapa butuh waktu lama? Karena menjahit karung yang agak sulit. Bahannya mudah lepas saat proses menjahit untuk menjadi kostum ini. Untuk proses pembuatannya, awal kami membuat desainnya dulu. Kemudian menjahit menjadi satu menjadi sebuah busana yang siap untuk dipakai oleh talent,” jelasnya.
“Yang jelas bahan karung bekas pupuk ini kurang lebih 50 persen untuk jadi busana. Kami recycle kombinasikan dengan kain dan juga pakai kertas karton bekas. Sesuai syarat minimal kostum untuk JFC ini dibuat minimal 30 persen dari barang bekas atau sampah untuk di recycle. Jadinya untuk bagian tubuh, pundak, dan hiasan kepala lengkap dengan aksesoris,” sambungnya menjelaskan.












