Di satu sisi, pejabat dan masyarakat yang beruntung punya tiket dapat menikmati musik band nasional yang penuh gegap gempita. Di sisi lain, masyarakat yang buntung tanpa tiket hanya dapat menikmati hiburan masyarakat jelata topeng monyet meskipun nyawer seikhlasnya.
“Kalau memang tandang bareng, ya harusnya semua bisa nonton bareng,” keluh Eva, warga Banyuwangi. Ia membandingkan dengan perayaan Harjaba di masa lalu. “Dulu di Taman Blambangan, semua masyarakat bisa menikmati konser tanpa syarat. Sekarang harus pakai tiket, pakai aplikasi. Kalau tidak kebagian, ya selesai,” ujarnya.
Menurut Eva, sejak konser Harjaba dipindahkan ke Gesibu, pembatasan menjadi pola tahunan. “Mulai Gilga sampai Kotak, selalu begitu. Yang di dalam pesta, yang di luar cuma penonton sisa,” katanya.
Menurutnya, jika anggaran berasal dari uang rakyat, maka logikanya rakyat pula yang berhak menikmati tanpa dibatasi. “Ingat! kami juga bayar pajak. Jika konser ini pakai uang rakyat, janganlah dibatasi. Kami Masyarakat Banyuwangi juga berhak menikmati,” pungkasnya.












