Insan Pers dan Seniman Banyuwangi Tolak Revisi RUU Penyiaran

by -3637 Views
Wartawan: Nurhadi
Editor: Herry W. Sulaksono


”Pasal ini harus dikaji ulang karena bersinggungan dengan UU No 40 Tahun 1999 tentang Pers yang mengamanatkan penyeleseaian sengketa jurnalistik dilakukan di Dewan Pers,”jelasnya.

Para Jurnalis Banyuwangi, juga menilai bahwa penyelesaian sengketa jurnalistik penyiaran di KPI berpotensi adanya intervensi kerja-kerja jurnalistik yang profesional, mengingat KPI merupakan lembaga yang dibentuk melalui keputusan politik di DPR.


Sesuai dengan UU Pers telah jelas bahwa komunitas pers mendapat mandat untuk membuat regulasi sendiri dalam rangka mengatur kehidupan pers yang sehat, profesional dan berkualitas melalui self regulation. Oleh karena itu setiap sengketa yang berkaitan dengan karya jurnalistik baik penyiaran, cetak, digital (online) hanya bisa diselesaikan di Dewan Pers.

“Langkah ini guna memastikan bahwa kerja-kerja jurnalistik yang profesional, berkualitas dan bertanggungjawab bisa berlangsung independen serta tidak ada intervensi dari pihak manapun,” imbuh Budi.

Pasal 50 B ayat 2 huruf f dan h, yang melarang penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran yang mengandung unsur mistik dan penayangan Isi Siaran dan Konten Siaran pengobatan supranatural.

Dia menuturkan Aliansi Jurnalis Banyuwangi, memandang larangan tersebut berpotensi menghapus atau berlawanan dengan semangat pelestarian seni budaya Banyuwangi, bahkan budaya Nusantara. Mengingat unsur mistis dan pengobatan supranatural merupakan warisan kekayaan adat tradisi dan seni budaya Banyuwangi dan Nusantara yang diwariskan oleh nenek moyang leluhur.

Yang perlu digaris bawahi, budaya merupakan akar dari karakter dan identitas masyarakat Banyuwangi, Nusantara dan bangsa Indonesia.

Mengutip ungkapan seorang pemikir barat Billy Graham,“Ketika kehilangan kekayaan, anda tidak kehilangan apa-apa. Ketika kehilangan kesehatan anda kehilangan sebagian dari hidup. Ketika kehilangan karakter, anda kehilangan segalanya”, tambah Budi.

Terkait larangan siaran mengandung unsur mistis dan pengobatan supranatural, satu hal yang harus dicatat. Keduanya yang merupakan bagian dari budaya bangsa Indonesia, diakui atau tidak merupakan salah satu daya tarik untuk memasarkan sektor pariwisata yang sampai saat ini masih menjadi primadona wisatawan nusantara maupun manca negara.

Lebih lanjut Budi menambahkan Aliansi Jurnalis Banyuwangi berpendapat, harusnya dalam Revisi RUU Penyiaran, pemerintah lebih menguatkan fungsi kinerja KPI. Salah satunya dengan menambah komisi-komisi tertentu yang lebih relevan dengan kondisi saat ini. Misalnya dengan menguatkan fungsi pengawasan konten digital, khususnya media sosial yang kerap menjadi alat penyebaran konten negatif dan hoaks.

Dengan Revisi RUU Penyiaran, yang hanya berpotensi mengancam kemerdekaan pers dan berpotensi menghapus karakter dan identitas bangsa Indonesia, yang terkandung dalam budaya Banyuwangi dan budaya Nusantara, para Jurnalis Banyuwangi, menilai hal tersebut sangat tidak relevan.

“Apalagi di tahun 2024, Kemenkominfo, meminta peningkatan anggaran sebesar Rp 5, 25 Triliun. Yang itu rencana akan digunakan untuk pengembangan pusat monitoring telekomunikasi, pos dan penyiaran,” pungkas Budi.

Sebelum peserta aksi demo damai bubar, jurnalis Banyuwangi yang diwakili oleh Ketua IJTI Banyuwangi menyerahkan surat pernyataan kepada DPRD Banyuwangi yang diwakili oleh Kepala Bagian Umum (Kabag Umum). Selanjutnya surat tersebut akan diteruskan kepada DPR RI.

iklan warung gazebo