Banyuwangi, seblang.com – Ramainya isu kenaikan pajak gegara penerapan single tarif hingga memicu keresahan masyarakat Banyuwangi, akhirnya dijawab secara gamblang DPRD dan Pemkab melalui forum hearing bersama PC PMII, Kamis (14/8/2025).
Diketahui, Peratuan Daerah (Perda) Kabupaten Banyuwangi Nomor 1 Tahun 2024 pasal 9 yang sebelumnya menggunakan sistem multi tarif, yakni 0,1 persen untuk NJOP hingga Rp1 miliar, 0,2 persen untuk NJOP Rp1–Rp5 miliar, dan 0,3 persen untuk NJOP di atas Rp5 miliar.
Namun, karena adanya rekomendasi Kemendagri, akhirnya DPRD dan Pemkab bersepakat untuk menerapkan single tarif yakni 0,3 persen.
Selain ada rekomendasi kemendagri berlaku nasional, dibalik kebijakan tersebut ternyata terdapat alasan kuat yang membuat legislatif dan eksekutif mau tidak mau harus menerapkan single tarif.
Ketua Gabungan Komisi II dan III DPRD Banyuwangi, H.M. Ali Mahrus, S.H.I., M.H., mengungkapkan penerapan single tarif tidak bisa ditawar. Jika daerah mengabaikan, konsekuensinya adalah pemotongan Dana Alokasi Khusus (DAK) dari pusat sebesar 10 persen. “Kalau misalnya DAK kita Rp1,5 triliun, maka Rp150 miliar hilang dari APBD,” ujarnya.
Dengan kondisi APBD Banyuwangi yang masih sangat bergantung pada transfer pusat, kata Mahrus, pengurangan DAK akan mengganggu jalannya pembangunan. “Kalau dana itu hilang, otomatis efektivitas pembangunan akan terganggu,” tegasnya
Mahrus menegaskan dan menjamin perubahan aturan ini tidak berarti pajak naik. “Multi tarif memang diubah menjadi single tarif, tapi klasterisasi tetap akan dijabarkan melalui peraturan bupati,” jelas Mahrus.











