Setelah menyoroti karut-marut penanganan korupsi, Helmi menegaskan bahwa kondisi tersebut berdampak langsung pada kesejahteraan masyarakat. Ia menyebut Banyuwangi sejatinya memiliki kekayaan alam melimpah mulai dari tambang emas, kawasan hutan hingga garis pantai panjang. Namun kekayaan itu tidak pernah sepenuhnya dirasakan rakyat.
“Banyuwangi kaya, tapi korupsinya juga besar. Maka rakyat tetap miskin. Ini korupsi yang berlangsung secara masif, sistematis dan terstruktur,” tegas Helmi.
Helmi menolak klaim pemerintah daerah yang menyebut angka kemiskinan turun. Menurutnya, kondisi lapangan justru memperlihatkan hal sebaliknya. Antrean panjang penerima bansos, infrastruktur rusak di berbagai titik, serta pungutan yang masih membebani siswa dan orang tua menunjukkan minimnya kesejahteraan. Ia mengingatkan insiden siswa yang terjatuh akibat jalan berlubang di Sukowidi sebagai bukti lemahnya prioritas pembangunan.
“Jika kesejahteraan benar meningkat, tidak mungkin rakyat masih bergantung pada bansos dan fasilitas publik banyak yang rusak. Semua ini akibat uang rakyat tidak digunakan sebagaimana mestinya,” jelasnya.
Helmi menegaskan bahwa Forum Anti Korupsi akan tetap melanjutkan aksi sampai Kejaksaan menunjukkan progres nyata dalam penanganan kasus-kasus korupsi. “Kami akan mendirikan tenda aksi. Ini bukan gerakan sesaat, ini perjuangan jihad nahi mungkar. Koruptor musuh bersama, dan hukum harus ditegakkan dengan adil, tidak tumpul ke atas dan hanya tajam ke bawah,” ujarnya.
Ia mengingatkan bahwa Hakordia adalah momen untuk mengembalikan komitmen negara terhadap prinsip equality before the law. “Tidak boleh ada kekebalan hukum bagi koruptor. Jika hukum dijalankan dengan benar, rakyat pasti sejahtera,” pungkas Helmi.///////////












