“Di tahun pertama, ISI akan membuka dua program studi, yakni etnomusikologi dan tari, dengan kurikulum yang memuat konten kesenian lokal Banyuwangi. Ini adalah langkah konkret dalam memperkuat pendidikan seni dan budaya di daerah,” jelasnya.
Ketua panitia Festival Sulur Kembang, Sabar Harianto, mengatakan bahwa seluruh tarian yang dilombakan merupakan karya orisinal dari Sanggar Langlang Buana, seperti Tari Semut Angkrang, Sapu Kerek, hingga Jaranan Buto. Ia menyebut antusiasme peserta tahun ini sangat tinggi.
“Ini bukti bahwa seni tradisi masih relevan dan digemari oleh generasi muda. Harapannya, kesenian Banyuwangi terus bertumbuh dan tidak tergerus zaman,” kata Sabar.
Sebagai penutup festival, ditampilkan dua karya tari baru: Tari Gandrung Condro Dewi dan Tari Sayu Wiwit Jogopati. Kehadiran karya-karya baru ini menjadi sinyal bahwa kreativitas dalam seni tradisi terus berkembang, sejalan dengan semangat regenerasi yang diusung oleh Festival Sulur Kembang.












