“Banyuwangi ingin nguri-nguri budaya lokal melalui tradisi yang unik dan menarik ini. Selain sebagai hiburan masyarakat, harapan kami festival ini juga menjadi sarana pemulihan ekonomi warga,” kata Ipuk.
Musik patrol dan tari kuntulan, lanjut Ipuk, sudah lama dijadikan sebagai sarana siar Islam bagi masyarakat Banyuwangi. Hal yang serupa dengan pendekatan Wali Songo ketika menyiarkan Islam di Tanah Jawa.
Selain itu, kesenian lokal tersebut juga berperan dalam merajut keharmonisan dalam hidup bertetangga. Dalam tradisi patrol, misalnya, tercemin rasa saling peduli dan guyup rukun.
Sebagaimana diketahui, musik patrol dimainkan oleh warga setiap Ramadan menjelang waktu makan sahur. Meriahnya musik patrol membangunkan warga muslim untuk menyiapkan menu makan sebelum berpuasa.
“Kami berharap festival ini bisa terus digelar setiap tahun agar kebudayaan dan tradisi ini terus lestari. Kami ingin musik patrol dan tari kuntulan bisa terus dimainkan oleh lintas generasi,” imbuhnya.
Hardini, salah satu penonton Festival Islami mengaku terhibur dengan pertunjukan yang ada. Ia bahkan telah datang ke sekitar area digelarnya festival sebelum acara dimulai.
“Sudah lama tidak ada festival ini. Jadi ramai sekali warga yang datang. Pertunjukkannya juga bagus-bagus,” kata.
Musik patrol menjadi salah satu pertunjukan yang ditunggu-tunggu selama Ramadan. Hardini merasa lebih senang saat dibangunkan sahur dengan musik patrol ketimbang dengan suara pengeras suara keliling yang berisik. (*)












