“Ketentuannya usaha karaoke bisa menggunakan pemandu atau tanpa pemandu, jadi kami dinas pariwisata tidak ada standarisasi terkait pemandu,” ungkapnya.
Harapannya, lanjut Andri pihaknya menginginkan Wisata Karaoke berjalan sesuai peraturan yang berlaku, jangan sampai ditemukan adanya kegiatan menyimpang khususnya prostitusi.
“Kita berusaha merubah image eks lokalisasi GS menjadi wisata karaoke, sehingga memperbaiki image negatif menjadi positif di masyarakat,” tuturnya.
Sementara itu, Triana Agustin selaku Ketua RT 30. RW 11. Dusun Kotakan Cangkring, Desa Kotakan, Kecamatan Kota Situbondo juga sebagai pelaku usaha karaoke di Lingkungan Gunung Sampan tersebut menginginkan untuk pemandu karaoke tidak boleh berasal dari luar kota Situbondo, sebab dirinya khawatir dapat membawa dampak negatif di wisata karaoke GS.
“Ya, kalau saya jangan sampai ada pemandu karaoke dari luar kota, agar tidak membawa dampak negatif,” ujarnya.
Triana Agustin juga menjelaskan jika 10 usaha karaoke di Lingkungan RT-nya sudah berijin semua, bahkan untuk retribusi pajak walaupun ada kenaikan yang sebelumnya 20%, naik di 2024 menjadi 40% dirinya tetap membayar dengan taat.
“Kontribusi untuk daerah, bayar pajak usaha sebesar 40% kami taat membayar,” pungkasnya. (Kadari)