Banyuwangi, seblang.com – Suasana ruang Komisi IV DPRD Banyuwangi pada Kamis (13/11/2025) kembali hangat oleh perdebatan dan harapan. Rapat dengar pendapat (hearing) digelar sebagai upaya mencari titik temu atas persoalan lahan antara masyarakat yang tergabung dalam Kelompok Tani Hutan (KTH) Tambak Agung dengan perusahaan tambang emas PT Bumi Suksesindo (PT BSI).
Hearing tersebut dihadiri sejumlah pihak terkait, mulai dari perwakilan PT BSI, Badan Pertanahan Nasional (BPN/ATR) Banyuwangi, Perhutani KPH Banyuwangi Selatan, Camat Pesanggaran, hingga Kepala Desa Pesanggaran. Semua hadir dengan satu tujuan: mencari kejelasan dan solusi yang damai.
Ketua Komisi IV DPRD Banyuwangi Patemo, yang memimpin jalannya rapat didampingi anggota Komisi IV Ratih Nur Hayati dan Suwito menegaskan bahwa persoalan utama antara kedua pihak bukan pada kepemilikan semata, melainkan pada kurangnya komunikasi yang efektif.

“Sebenarnya ini hanya butuh bagaimana menyamakan persepsi dan membangun komunikasi yang baik,” ujarnya seusai rapat. “Kita menyayangkan kalau sampai terjadi kesalahpahaman seperti ini, padahal keduanya hanya perlu difasilitasi untuk duduk bersama.”
Menurut Patemo, perbedaan pandangan antara KTH Tambak Agung dan PT BSI terutama menyangkut batas wilayah dan kewenangan pengelolaan. Dalam hearing tersebut, kedua belah pihak sepakat untuk melanjutkan dialog secara musyawarah.
“Kalau nanti belum ada titik terang, kami akan turun langsung ke lokasi. Sebagai wakil rakyat, kami berkewajiban melihat kondisi masyarakat di sana,” tambahnya.
Sementara itu, perwakilan PT BSI Zulfikri menyampaikan apresiasi kepada DPRD yang telah menjembatani komunikasi antara pihaknya dengan masyarakat. Ia menegaskan bahwa PT BSI telah memiliki izin resmi untuk kegiatan operasionalnya.

“Terima kasih kepada DPRD yang sudah memfasilitasi. Kita berharap bisa mencari jalan tengah tanpa mengedepankan ego masing-masing,” ujarnya. “Izin kami sudah lengkap, baik dari IUP maupun KBPKH. Tinggal bagaimana bersama-sama kita saling memahami batas kewenangan.”
Dari pihak masyarakat, Ketua KTH Tambak Agung Tri Tresno Sukowono menuturkan bahwa akar persoalan bermula ketika PT BSI melakukan pengecekan sampel di area Petak 81, wilayah yang selama ini menjadi lahan garapan kelompok tani.
“Kami menanyakan kejelasan lahan yang saat ini dikelola oleh KTH Tambak Agung di kaki Gunung Tumpang Pitu,” ujarnya.
“Kami juga meminta agar Pemerintah Desa Pesanggaran, dalam hal ini Pak Sukirno, lebih transparan dan mau menjembatani keluhan masyarakat kepada pihak PT BSI,” tambahnya.
Sementara itu, kuasa hukum KTH Tambak Agung Muslimin, S.H., M.Hum. menegaskan bahwa hak-hak masyarakat harus tetap dilindungi oleh negara. Menurutnya, warga yang sudah menempati wilayah tersebut secara turun-temurun memiliki hak yang harus diakui dan dijamin oleh pemerintah.
“Kalau masyarakat sudah menempati wilayah itu lebih dari 15 tahun, maka mereka berhak dilindungi. Pemerintah daerah, gubernur, hingga pusat harus hadir membela kepentingan rakyat,” tegasnya.
Muslimin juga mengungkapkan bahwa kelompok tani hutan telah mengirim surat kepada Presiden Prabowo Subianto untuk meminta perhatian atas persoalan ini. Ia menilai negara harus memastikan bahwa investasi tidak menyingkirkan kepentingan masyarakat sekitar.
“Negara kita adalah negara rakyat. Investor tidak boleh hanya mengejar keuntungan semata tanpa memperhatikan kesejahteraan masyarakat,” ujarnya lantang./////////////










