“Mandat utama LPSK adalah memberikan perlindungan kepada saksi dan atau korban dalam proses peradilan, tentunya jika memenuhi syarat dan melalui prosedur yang berlaku. Perlindungan ini bukan sekadar konsep, tetapi telah diwujudkan dalam berbagai bentuk praktik nyata di lapangan,” kata Achmadi.
Ia menjelaskan bahwa selama ini LPSK telah memberikan berbagai bentuk perlindungan, seperti monitoring terhadap situasi korban, pendampingan dalam proses persidangan, serta perlindungan lain sesuai dengan kebutuhan dan situasi yang dihadapi korban.
Nota kesepahaman yang ditandatangani hari ini merupakan kelanjutan dari kerja sama yang telah berlangsung sejak 2019, meski sempat terhenti pada 2024. Dalam kesepakatan terbaru ini, kedua pihak sepakat untuk meningkatkan kerja sama dalam menjamin pelaksanaan kemerdekaan pers, termasuk perlindungan bagi jurnalis dan media sebagai saksi atau korban tindak pidana.
Kesepahaman ini juga mencakup penanganan pengaduan atas pemberitaan, penyusunan mekanisme nasional perlindungan pers, serta pertukaran informasi yang harus dijaga kerahasiaannya. Pihak Dewan Pers dapat mengajukan permohonan perlindungan kepada LPSK, dan sebaliknya, LPSK dapat menyampaikan pengaduan ke Dewan Pers jika ada pemberitaan yang melanggar UU Perlindungan Saksi dan Korban atau menimbulkan ancaman terhadap saksi maupun korban yang masuk dalam program perlindungan.
Segala perbedaan dalam pelaksanaan kesepahaman ini akan diselesaikan melalui musyawarah. Pembiayaan ditanggung masing-masing pihak atau sesuai dengan kesepakatan bersama. Jika terjadi hal-hal di luar kendali seperti bencana atau kebijakan pemerintah, pelaksanaan tugas berdasarkan MoU ini dapat disesuaikan atas persetujuan kedua belah pihak.












