Dulu, SPP itu boleh dilakukan sekolah dan ditangani pengurus BP3 terdiri dari unsur wali murid, dan wakil dari unsur guru sekolah, karena saat itu belum muncul Undang – Undang Tentang Pendidikan Nasional Nomor 20 tahun 2003. Kemudian BP3 dirubah menjadi Komite, dengan Permendikbud Nomor 75 Tahun 2016.
Terkait biaya pendidikan, begitu muncul UU Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2023, menurutnya disana dijelaskan bahwa dana pendidikan itu 20 persen dari APBN, sudah dihitung oleh negara bahwa dana itu cukup untuk membiayai sekolah baik biaya operasional, investasi, dan personal untuk beberapa yang tidak mampu.
Kemudian, sebagai provinsi maju maka untuk melaksanakan amanat UU Sistem Pendidikan Nasional itu, Jawa Timur menggelar program SPBM (Sumbangan Pendidikan Biaya Minimal) prsiswa Rp. 15 ribu. Karena sukses, akhirnya provinsi yang lain diarahkan untuk mencontoh Jawa Timur.
Karena program tersebut sukses, kemudian Jawa Timur dipanggil ke negara lewat Papenas untuk paparan SPBM. Akhirnya SPBM diadopsi negara menjadi Program Dana Bos, dan mulai direalisasi pada Tahun 2005. Harapan dari dana Bos, biaya sekolah bisa gratis, kecuali biaya personal.
“Memang di dalam UU itu ada pasal yang menerangkan bahwa 20 persen dari dana APBN, dan 20 persen dari APBD. Ada beberapa kabupaten kota bahkan provinsi ada yang menggelar Bosda, sehingga sekolah betul – betul gratis,” ungkapnya.
Bagi kabupaten kota dan provinsi yang belum ada Bosdanya, atau sudah ada Bosdanya namun dalam bentuk lain tidak dihitung persiwa masih diperbolehkan untuk menerima sumbangan. Aturannya ada di Permendikbud Nomor 44 Tahun 2012.
Akan tetapi kalimat boleh ini menurutnya harus dipadukan antara RKAS (Rencana Kegiatan dan Anggaran Sekolah) yang dibuat sekolah dipadukan dengan kegiatannya, apakah betul – betul tidak cukup dana Bos nya untuk mendanai biaya operasional sekolah.
Jika tidak cukup harus disampaikan ke komite untuk meminta sumbangan ke wali murid, dengan catatan harus sukarela, tidak ditentukan waktu dan nominalnya.
“Jadi kalau ada sekolah gratis, berati sekolah itu sudah membuat suatu perencanaan dana bosnya cukup untuk biaya operasional sekolah. Kalau personal itu tanggungan walimurid, sementara investasi itu tanggungan negara dan bisa diajukan sekolah melalui dinas terkait, sehingga dengan ini sekolah gratis bisa dilaksanakan dengan baik,” pungkas Sudarman.











