Banyuwangi Jadi Tuan Rumah Jambore III FPRB 2025, 803 Peserta dari 29 Provinsi Hadir

by -11 Views
Wartawan: Ali Sam'ani
Editor: Herry W. Sulaksono


Banyuwangi, seblang.com – Pantai Grand Watudodol, Banyuwangi, menjadi pusat pertemuan pegiat kebencanaan dari seluruh Indonesia. Selama tiga hari, 12–14 September 2025, Jambore III Forum Pengurangan Risiko Bencana (FPRB) Jawa Timur digelar dengan menghadirkan 803 peserta dari 29 provinsi dan 105 kabupaten/kota.

Sekretaris Daerah Provinsi Jawa Timur, Adhy Karyono, menyebut kegiatan ini sebagai momentum penting memperkuat sinergi lintas sektor dalam menghadapi potensi bencana. Menurutnya, strategi pentahelix—kolaborasi antara pemerintah, akademisi, dunia usaha, masyarakat, dan media—merupakan kunci keberhasilan.


“Kesiapsiagaan harus berbasis masyarakat. Masyarakat yang sadar dan terlatih akan menjadi garda terdepan saat bencana terjadi,” ujar Adhy dalam sambutannya, Sabtu (13/9/2025).

Ia juga menekankan pentingnya pemetaan risiko bencana di setiap daerah, mulai dari dampak yang mungkin timbul, potensi korban, ketersediaan sumber daya, hingga jalur evakuasi yang jelas. Sebagai contoh, Jepang dianggap berhasil karena rutin menggelar simulasi sehingga warganya lebih siap menghadapi situasi darurat.

Dengan mengusung tema “Together We Are Strong, Humanity for All”, jambore ini menghadirkan beragam agenda. Peserta mengikuti diskusi kelompok seputar isu inklusivitas dan hukum PRB, simulasi gempa, tsunami, water rescue, hingga aksi konservasi mangrove.

Deputi Bidang Pencegahan BNPB, Prasinta Dewi, memberikan apresiasi atas konsistensi FPRB dalam mendorong kesadaran publik terhadap risiko bencana.

“Forum ini menjadi wadah penting bagi masyarakat untuk saling belajar dan meningkatkan kapasitas. Dengan partisipasi besar seperti sekarang, kita berharap dampak bencana bisa diminimalkan,” tuturnya.

Sekjen FPRB Jawa Timur, Sudarmanto, menambahkan bahwa kegiatan jambore telah diawali sejak 11 September dengan sosialisasi sekolah aman bencana di enam sekolah, serta simulasi kebencanaan.

“Peserta jambore datang dari berbagai latar belakang, termasuk kelompok difabel. Ini membuktikan bahwa forum PRB bersifat inklusif dan memberikan ruang bagi semua elemen masyarakat,” jelasnya.

Wakil Bupati Banyuwangi, Mujiono, yang turut hadir, menyampaikan apresiasi tinggi atas kepercayaan menjadikan Banyuwangi sebagai tuan rumah. Menurutnya, selain memperkuat jejaring kebencanaan, kegiatan ini juga membawa dampak positif bagi masyarakat lokal.

“Kami sangat berterima kasih, karena forum ini tidak hanya diikuti Jawa Timur, tapi juga seluruh Indonesia hadir di Banyuwangi. Ini ajang edukasi, berbagi pengalaman, sekaligus mempererat silaturahmi. Dari sisi daerah, tentu kami bersyukur karena peserta menginap, makan, hingga berwisata di Banyuwangi. Dampaknya jelas terasa, UMKM ikut naik kelas,” ungkapnya.

Mujiono menambahkan, Banyuwangi sebagai daerah dengan potensi kebencanaan tinggi telah menyiapkan langkah-langkah mitigasi. Wilayah pantai selatan, katanya, tidak lepas dari ancaman tsunami, tanah longsor, banjir, hingga aktivitas gunung berapi.

“Kami sudah menyiapkan perencanaan dan jalur evakuasi, termasuk membentuk desa tangguh bencana. Beberapa desa seperti Songgon, Kalibaru, Pancer, dan Purwoharjo sudah dipetakan sesuai potensi bencana masing-masing. Intinya, kami berusaha mengantisipasi sejak pra-bencana, saat darurat, hingga pascabencana,” jelasnya.

Selain simulasi dan diskusi, kegiatan juga dimeriahkan dengan gebyar seni, penyusunan rekomendasi untuk Bulan PRB Nasional, hingga edukasi inklusif kebencanaan. Kehadiran peserta dari Lombok Tengah, DKI Jakarta, Kalimantan Timur, Bantul, Pati, hingga Sumatera Selatan menegaskan bahwa forum ini telah berkembang menjadi ajang sinergi nasional menghadapi bencana.///////////

iklan warung gazebo