Rizal menekankan bahwa jaringan telegraf global yang berpusat di Banyuwangi mempercepat perkembangan industri pers dan menjadi pemicu nasionalisme yang mencapai puncaknya pada abad ke-20.
Sementara itu, Marco Kusumawijaya membahas tentang kesatuan perencanaan tata ruang terkait bangunan warisan. Ia menegaskan bahwa pemugaran warisan budaya tidak hanya harus melestarikan bangunan, tetapi juga menjaga lingkungannya.
“Tidak hanya melestarikan bangunannya, tetapi juga memperhatikan pelestarian kawasannya. Sehingga fungsi dan estetika dari warisan budaya tetap terjaga,” kata penulis buku ‘Kota-Kota di Indonesia: Pengantar untuk Orang Banyak.’
Fungsi bangunan warisan budaya itu sendiri, menurut peneliti Rujak Centre for Urban Studies, menjadi penanda memori kolektif, mencakup momen manis dan pahit dari masa lalu. “Generasi sekarang bisa belajar dari peninggalan-peninggalan tersebut,” tegasnya.
Hasan Basri, Ketua Dewan Kesenian Blambangan, memberikan apresiasi terhadap kegiatan tersebut. Menurutnya, kajian sejarah yang terus-menerus tentang bangunan warisan budaya di Banyuwangi penting untuk membangkitkan kesadaran bersama. “Ini penting untuk menggugah kesadaran kita bersama,” pungkasnya. (*)











