Pada dasarnya dia sangat setuju dengan aturan ini walaupun itu sebenarnya sulit.
Radio harus memberi peluang yang sama pada parpol lain, apabila ini dilanggar maka radio akan kena sangsi berat.
Kenyataan yang ada, menurut Herdy, regulasi KPI tersebut justru bertolak belakang dengan keinginan Parpol peserta pemilu yang justru menghendaki sebaliknya, yaitu ingin radio bisa digunakan sebagai media kampanye partainya sendiri, tidak berbagi prime time dengan partai lain.
Dan banyak lagi aturan yang membatasi kebebasan radio dalam menerima iklan kampanye yang membuat parpol balik kanan saat mengetahui aturan yang sangat ketat.
Lebih ironis lagi, regulasi KPI hanya bisa mengatur radio resmi saja tetapi tidak menjangkau pada pelanggaran yang dilakukan oleh radio ilegal.
“Aturan KPI ini hanya bisa mengatur radio berijin. Alhasil iklan kampanye lari ke radio ilegal,” imbuh Herdy
Peraturan KPI yang terlalu ketat dan kaku membuat Parpol enggan berkampanye pada radio resmi dan lebih memilih menggunakan radio ilegal yang bisa memenuhi keinginan partai.
“Mereka bebas berkampanye, bisa membranding radio ilegal sesuai selera partai, harganya sesuai selera partai dan operator radionya juga merasa tidak melakukan pelanggaran,” jelas Herdy.
Herdy yang juga menjabat Ketua Jaringan Radio Siaran Banyuwangi (JRSB )tersebut berharap kepada semua pihak agar bisa bersikap adil dan bijaksana.”Harusnya aturan dan regulasi itu dibuat untuk kepentingan semua pihak,” pungkasnya.
Sementara Divisi Penanganan Pelanggaran Data dan Informasi Bawaslu kabupaten Banyuwangi, Untung Apriliyanto, mengungkapkan sampai saat ini belum ada laporan yang masuk terkait dugaan pelanggaran Caleg dan pasangan Presiden-Wakil Presiden yang kampanye di radio ilegal.”Belum ada laporan yang masuk terkait itu Mas,” jawabnya melalui sambungan WhatsApp (WA).












