Respons pasar yang luar biasa mendorong Budi untuk memperluas usahanya. Ia kini mempekerjakan 15 warga setempat, menciptakan lapangan kerja baru di desanya. Pesanan terus mengalir tidak hanya dari Banyuwangi, tetapi juga dari kota-kota lain seperti Jember, Surabaya, hingga Bali. Bahkan, produknya mulai diminati pasar internasional.
Menghadapi tantangan ketersediaan bahan baku, Budi mengembangkan strategi penyetokan dan bermitra dengan warga setempat untuk mengumpulkan ilalang. “Kami membeli dari pencari rumput di lahan-lahan kosong sekitar perumahan,” jelasnya. Dengan harga jual Rp 15.000 per lembar untuk ukuran 2,5 x 1,5 meter, usaha ini terbukti menguntungkan dan berkelanjutan.
Bupati Ipuk Fiestiandani mengapresiasi inovasi Budi sebagai contoh nyata bagaimana sektor pariwisata dapat menjadi penggerak ekonomi kreatif di Banyuwangi. “Ini adalah implementasi sempurna dari visi pembangunan ekonomi daerah kami. Pariwisata menjadi payung besar yang menumbuhkan sektor-sektor ekonomi turunan lainnya,” tutur Ipuk.
Keberhasilan usaha anyaman atap ilalang ini menjadi bukti konkret bagaimana pembangunan sektor pariwisata dapat mendorong pertumbuhan ekonomi lokal dan menciptakan lapangan kerja baru. Hal ini sejalan dengan program pemerintah daerah Banyuwangi dalam mengembangkan ekonomi kreatif berbasis potensi lokal.
Ke depan, Pemkab Banyuwangi berencana untuk memberikan dukungan lebih lanjut bagi pengembangan usaha-usaha kreatif serupa, termasuk pelatihan manajemen usaha dan fasilitasi akses pasar yang lebih luas.
Langkah ini diharapkan dapat semakin memperkuat fondasi ekonomi kreatif di Banyuwangi, sekaligus mendukung visi daerah untuk menjadi destinasi wisata berkelanjutan yang berdampak positif bagi kesejahteraan masyarakat lokal.












